Ada
yang berbeda dengan acara buka puasa bersama (iftar) yang berlangsung di Masjid Raya Pondok Indah pada Senin
(4/6/2018). Semua makanan dan minuman yang dihidangkan untuk jamaah menggunakan
piring dan gelas beling, bukan mika atau plastik. Namanya Eco Iftar, buka puasa
ramah lingkungan tanpa plastik.
Hal tersebut dilakukan
sebagai upaya mengurangi sampah plastik khususnya selama Ramadhan 1439 H.
Acara buka puasa berkonsep
Eco Iftar di Masjid Raya Pondok Indah (MRPI), Jakarta Selatan yang digagas Greenpeace
Indonesia, organisasi kampanye global yang mempromosikan pelestarian
lingkungan hidup, bekerjasama dengan Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup
dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (Lembaga PLH & SDA MUI)
tersebut, sekaligus menjadi tanda dimulainya kampanye #PantangPlastik.
“Masjid Raya Pondok Indah adalah salah satu masjid
yang bekerja sama dengan kami untuk melakukan buka puasa tanpa plastik atau Eco
Iftar. Momen bulan puasa adalah momen yang tepat untuk mengawali kampanye
#PantangPlastik dimana masjid adalah tempat yang tepat untuk mempengaruhi
jamaahnya dalam mengurangi penggunaan plastik,” kata Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha
Rasyadi.
Diharapkan lewat
kegiatan dapat membuahkan perubahan sikap masyarakat Indonesia khususnya di
perkotaan untuk mengurangi ketergantungan penggunaan plastik.
Menurut Atha penggunaan single-use plastic (SUP) yang
paling sering digunakan di Indonesia dan di seluruh dunia adalah botol
plastik, kantong plastik, sedotan plastik dan wadah makanan yang terbuat
dari plastik.
“Indonesia
adalah negara ke-2 setelah Cina dan merupakan satu di antara lima negara
Asia Tenggara penyumbang sampah plastik terbesar di lautan dunia,”
tegasnya.
Diperkirakan, konsumsi
plastik setiap penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 250 juta ini dapat mencapai
17 kg per tahunnya.
Kekhawatiran ini
teramplifikasi dengan fakta bahwa elemen plastik tidak dapat terurai dengan
mudah oleh alam dan lautan bahkan dalam kurun waktu ratusan tahun.
“Untuk itu, selain giat mengedukasi masyarakat
untuk mengurangi penggunaan plastik, kami juga mendorong Pemerintah
mengeluarkan kebijakan untuk reduksi sampah, dan tentunya mendorong
implementasi kebijakan yang sudah ada,” tambah Atha.
Ketua Lembaga
PLH & SDA MUI Dr. Hayu S. Prabowo menilai pemanfaatan momen Ramadhan dengan
membangkitkan kesadaran umat Muslim bahwa pelestarian lingkungan dan
pemeliharaan alam sebagai bagian dari iman dan tanggungjawab sosial,
merupakan langkah strategis.
Menurut Dr. Hayu hal tersebut
selaras dengan firman Allah SWT dengan mengutip Al Quran Surah
Al-Qashah ayat 77, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Dr. Hayu mengacu pada
laporan yang dikeluarkan oleh Greenpeace tahun 2006, Plastic Debris in
the World’s Oceans, yang menyatakan bahwa setidaknya terdapat 267 spesies
binatang yang terancam akibat terkena jeratan atau menelan sampah plastik
dan merupakan salah satu penyebab kematian mamalia laut dan burung serta
ikan setiap tahunnya.
“Krisis lingkungan
hidup dengan berbagai manifestasinya sejatinya adalah krisis moral, karena
manusia memandang alam sebagai obyek bukan subyek dalam kehidupan semesta.
Maka, penanggulangan terhadap masalah ini haruslah dengan pendekatan
moral. Pada titik inilah agama harus tampil berperan”, imbuhnya.
Permasalahan sampah
telah menjadi permasalahan nasional yang berdampak buruk bagi
kehidupan sosial, ekonomi, kesehatan dan lingkungan.
Oleh karena itu, MUI
telah menetapkan Fatwa Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah
untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan. Salah satu ketentuan hukumnya adalah
“Setiap muslim wajib menjaga kebersihan lingkungan,
memanfaatkan barang-barang gunaan untuk kemaslahatan serta menghindarkan
diri dari berbagai penyakit serta perbuatan tabdzir (berbuat sia-sia) dan
israf (berbuat berlebih-lebihan)”.
“Salah satu bentuk
penerapan fatwa ini adalah melalui program Eco Masjid yang diinisiasi oleh
MUI dan Dewan Masjid Indonesia (DMI). Kegiatan Eco Iftar bersama
Greenpeace kali ini juga merupakan salah satu upaya ke arah sana”, tukas
Dr. Hayu.
Selain di MRPI,
rencananya kampanye #PantangPlastik ini akan diteruskan ke masjid-masjid lain
di Jakarta dan Bandung dalam acara serupa eco iftar dengan menggunakan kembali
gelas keramik, piring kaca, bungkus daun pisang, atau wadah rotan, bukan
plastik.
“Jika Pemerintah menegakkan peraturan bagi
pemeliharaan lingkungan hidup yang lestari melalui hukum positif, maka kami
dari kelompok agama dan masyarakat sipil berjuang dari sisi pembangunan
kesadaran serta sikap moral. Salah satunya adalah seperti yang kita lakukan
hari ini, mengurangi penggunaan plastik yang dimulai dari diri sendiri,” pungkas
Dr. Hayu.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com,
ig: @adjitropis)
Foto: adji & dok. Greenpeace Indonesia
Captions:
1. Masjid Raya Pondok Indah di Jakarta Selatan jadi venue pertama Eco Iftar.
2. Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi.
3. Ketua Lembaga PLH & SDA MUI Dr. Hayu S. Prabowo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar