berita masjid masjid raya masjid unik masjid bersejarah surau ceramah profil

Selasa, 05 Juni 2018

Eco Iftar di Masjid Raya Pondok Indah, Tanda Dimulainya Kampanye #PantangPlastik


Ada yang berbeda dengan acara buka puasa bersama (iftar) yang berlangsung  di Masjid Raya Pondok Indah pada Senin (4/6/2018). Semua makanan dan minuman yang dihidangkan untuk jamaah menggunakan piring dan gelas beling, bukan mika atau plastik. Namanya Eco Iftar, buka puasa ramah lingkungan tanpa plastik.

Hal tersebut dilakukan sebagai upaya mengurangi sampah plastik khususnya selama Ramadhan 1439 H.

Acara buka puasa berkonsep Eco Iftar di Masjid Raya Pondok Indah (MRPI), Jakarta Selatan yang digagas Greenpeace Indonesia, organisasi kampanye global yang mempromosikan pelestarian lingkungan hidup, bekerjasama dengan Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (Lembaga PLH & SDA MUI) tersebut, sekaligus menjadi tanda dimulainya kampanye #PantangPlastik.

“Masjid Raya Pondok Indah adalah salah satu masjid yang bekerja sama dengan kami untuk melakukan buka puasa tanpa plastik atau Eco Iftar. Momen bulan puasa adalah momen yang tepat untuk mengawali kampanye #PantangPlastik dimana masjid adalah tempat yang tepat untuk mempengaruhi jamaahnya dalam mengurangi penggunaan plastik,” kata Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi.

Diharapkan lewat kegiatan dapat membuahkan perubahan sikap masyarakat Indonesia khususnya di perkotaan untuk mengurangi ketergantungan penggunaan plastik.

Menurut Atha  penggunaan single-use plastic (SUP) yang paling sering digunakan di Indonesia dan di seluruh dunia adalah botol plastik, kantong plastik, sedotan plastik dan wadah makanan yang terbuat dari plastik.

“Indonesia adalah negara ke-2 setelah Cina dan merupakan satu di antara lima negara Asia Tenggara penyumbang sampah plastik terbesar di lautan dunia,” tegasnya.

Diperkirakan, konsumsi plastik setiap penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 250 juta ini dapat mencapai 17 kg per tahunnya.  

Kekhawatiran ini teramplifikasi dengan fakta bahwa elemen plastik tidak dapat terurai dengan mudah oleh alam dan lautan bahkan dalam kurun waktu ratusan tahun.

“Untuk itu, selain giat mengedukasi masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik, kami juga mendorong Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk reduksi sampah, dan tentunya mendorong implementasi kebijakan yang sudah ada,” tambah Atha.

Ketua Lembaga PLH & SDA MUI Dr. Hayu S. Prabowo menilai pemanfaatan momen Ramadhan dengan membangkitkan kesadaran umat Muslim bahwa pelestarian lingkungan dan pemeliharaan alam sebagai bagian dari iman dan tanggungjawab sosial, merupakan langkah strategis.

Menurut Dr. Hayu hal tersebut selaras dengan firman Allah SWT dengan mengutip Al Quran Surah Al-Qashah ayat 77, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Dr. Hayu mengacu pada laporan yang dikeluarkan oleh Greenpeace tahun 2006, Plastic Debris in the World’s Oceans, yang menyatakan bahwa setidaknya terdapat 267 spesies binatang yang terancam akibat terkena jeratan atau menelan sampah plastik dan merupakan salah satu penyebab kematian mamalia laut dan burung serta ikan setiap tahunnya.

“Krisis lingkungan hidup dengan berbagai manifestasinya sejatinya adalah krisis moral, karena manusia memandang alam sebagai obyek bukan subyek dalam kehidupan semesta. Maka, penanggulangan terhadap masalah ini haruslah dengan pendekatan moral. Pada titik inilah agama harus tampil berperan”, imbuhnya.

Permasalahan sampah telah menjadi permasalahan nasional yang berdampak buruk bagi kehidupan sosial, ekonomi, kesehatan dan lingkungan.

Oleh karena itu, MUI telah menetapkan Fatwa Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan. Salah satu ketentuan hukumnya adalah “Setiap muslim wajib menjaga kebersihan lingkungan, memanfaatkan barang-barang gunaan untuk kemaslahatan serta menghindarkan diri dari berbagai penyakit serta perbuatan tabdzir (berbuat sia-sia) dan israf (berbuat berlebih-lebihan)”.

“Salah satu bentuk penerapan fatwa ini adalah melalui program Eco Masjid yang diinisiasi oleh MUI dan Dewan Masjid Indonesia (DMI). Kegiatan Eco Iftar bersama Greenpeace kali ini juga merupakan salah satu upaya ke arah sana”, tukas Dr. Hayu.

Selain di MRPI, rencananya kampanye #PantangPlastik ini akan diteruskan ke masjid-masjid lain di Jakarta dan Bandung dalam acara serupa eco iftar dengan menggunakan kembali gelas keramik, piring kaca, bungkus daun pisang, atau wadah rotan, bukan plastik.

“Jika Pemerintah menegakkan peraturan bagi pemeliharaan lingkungan hidup yang lestari melalui hukum positif, maka kami dari kelompok agama dan masyarakat sipil berjuang dari sisi pembangunan kesadaran serta sikap moral. Salah satunya adalah seperti yang kita lakukan hari ini, mengurangi penggunaan plastik yang dimulai dari diri sendiri,” pungkas Dr. Hayu.

Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)

Foto: adji & dok. Greenpeace Indonesia

Captions:
1. Masjid Raya Pondok Indah di Jakarta Selatan jadi venue pertama Eco Iftar.
2. Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi.
3. Ketua Lembaga PLH & SDA MUI Dr. Hayu S. Prabowo



Tidak ada komentar:

Posting Komentar