berita masjid masjid raya masjid unik masjid bersejarah surau ceramah profil

Senin, 04 Desember 2017

Gagal Bertemu Ustad Felix Siauw di Reuni 212, Akhirnya Bersua di Masjid Al Hidayah


“Yaa Allah berkahilah Negeri ini, jauhilah dari Asing dan Aseng. Aseng yang mana? Aseng yang menggerogoti perekonomian Negeri ini, bukan Aseng yang ada di depan kalian. Saya ini Aseng tapi saya tidak jahat atau menggerogoti perekonomian Negeri ini”.
Begitu rentetan kalimat singkat tapi tegas yang dilontarkan ustad kelahiran Palembang, keturunan Tionghoa-Indonesia, Ustad Felix Siauw (UFS) saat tampil di hadapan jutaan ummat Islam di panggung utama Reuni 212 di lapangan Tugu Monumen Nasional (Monas), Medan Merdeka, Jakarta, Sabtu (2/12/2017) yang berhasil saya rekam dari kejauhan.

Hari itu saya gagal memotret ustad berlabel Mbois (mbotak sipit) karena memang aslinya bermata sipit berusia 33 tahun itu, apalagi menemui dan mewawancarainya.

Saya tidak bisa mendekati panggung utama lantaran lapangan di depan panggung sudah melaut manusia.

Saking jauhnya, sedikitpun saya tidak bisa melihat ustad bernama lengkap Felix Yanwar Siauw itu.

Setelah ustad yang pernah menjadi penceramah di acara TV Nasional bertajuk “Inspirasi Iman” yang dipandu Oki Setiana Dewi dan Jarwo Kwat di TVRI ini selesai memberi sambutan, saya mendapat informasi dari seorang peserta Reuni 212 yang mundur ke belakang untuk membeli makanan.

Kata orang itu, UFS tadi tampil berdiri sambil memegang microphone dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya sambil mengacungkan salam satu jari, salam Tauhid, Lailahaillallah.

“Dia (UFS-red) mengenakan baju batik lengan pendek berwarna orange dan celana bahan berwarna hitam serta bertopi bundar berwarna abu-abu. Dia pun menyerukan takbir, lalu jamaah kompak berteriak Allahu Akbar,” kata orang itu.

UFS adalah salah satu alasan mengapa saya begitu bersemangat menghadiri Reuni 212 ini.

Bukan sekadar ingin berjumpa dengan penulis sejumlah buku antara lain “Beyond the Inspiration”, “Udah Putisin Aja”, “Yuk Berhijab”, dan “Khilafah Remake” ini, pun karena ada beberapa hal yang saya ingin tanyakan. 
Terutama soal penolakan ceramah pengajiannya di beberapa tempat. Selama tahun 2017, UFS sudah mendapat sekurangnya 6 kali penolakan.

Saya pun ingin tahu bagaimana dia mengatasinya hingga tetap tegar dan terus berdakwah.

Namun Allah SWT berkehendak lain. Saya belum diijinkan bertemu dengan ustad yang pernah berkuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB) ini di special moment itu.

Sebenarnya, saya ingin menunggu sampai kerumunan massa perlahan menyusut, lalu menghampiri panggung utama untuk menemui ustad mualaf yang masuk Islam pada 28 Maret 2013 itu.

Tapi siang itu saya ada urusan lain, yakni menghadiri resepsi pernikahan pengantin 212, Robi dan Ima di Cilebut, Jawa Barat.

Meskipun hari itu saya berhasil mewawancarai beberapa pedagang dan peserta Reuni 212 serta mengabadikan beberapa objek menarik terkait suasana acara tersebut, kemudian kesampaian pula menghadiri pesta perkawinan sang pengantin 212 itu, namun tetap saja ada yang kurang. Ya, itu tadi gagal bertemu UFS.

Saat berada di dalam kereta commuter line, dalam perjalanan pulang dari Cilebut menuju Tanah Abang, saya membuka Instagram (IG).

Seketika saya mendapat informasi dari akun IG @mediamuslimin tentang acara Kajian Islam bertajuk ‘Antara Wahyu & Nafsu’ dengan penceramah utama UFS.

Acara tersebut akan berlangsung di Masjid Al Hidayah, Jalan Punai Raya, Sektor 2, Bintaro Jaya, Tangerang Selatan pada Ahad, 3 Desember 2017 pukul 08.30-11.30 WIB.

Dalam hati berucap, mungkin ini jawaban doa saya. Allah tidak mengizinkan saya bertemu UFS saat Reuni 212, mungkin besok, Minggu di Kajian Islam tersebut.

Esoknya, Minggu pagi saya meluncur ke Masjid Al Hidayah dengan ojek online. Jaraknya cukup jauh, sekitar 10 Km tapi ongkosnya cuma Rp 12 ribu.

Saya pun memberi tambahan buat tukang ojek-nya sebagai tanda terimakasih karena sudah berhasil mengantarkan saya ke masjid tersebut.
Sewaktu tiba di masjid, terlihat sejumlah jamaah pria berada di bagian depan dan sayap kanan, sementara jamaah perempuan beserta anak-anak di bagian belakang.

Sayangnya, ustad yang pernah bergabung menjadi aktivis gerakan Islam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) itu sudah selesai menyampaikan kajiannya. Untungnya sesi tanya-jawab belum berlangsung.

Akhirnya sesi diskusi dimulai. Moderator memanggil UFS untuk tampil kembali. Dia duduk di kursi dan di depannya meja kayu berwarna coklat.

Spontan dalam hati saya berucap syukur. Alhamdulillah akhirnya bisa melihat langsung orang yang saya cari-cari.

Maklum selama ini saya hanya melihat UFS di akun IG-nya @felixsiauw sekaligus membaca sejumlah tulisannya yang cerdas dan tegas. Sekalipun saya belum pernah bertemu, mewawancari, dan memotretnya.

Hari itu, ayah 4 putri itu mengenakan baju batik lengan pendek berwarna biru telur asin dengan kombinasi kuning, hijau, putih dan coklat, bercelana panjang hitam serta bertopi bulat abu-abu. Nampak bersahaja.

UFS langsung menjawab beberapa pertanyaan para jamaah. Ada yang bertanya soal dakwah (baca: Ustad Felix Siauw: Berdakwah Lillahi Ta’ala Bukan Kerena Penguasa), acara Reuni 212 kemarin, dan lainnya.

Tepat pukul 11.00 WIB, UFS menyelesaikan jawabannya sekaligus menutup kajian. Setelah itu dia melayani para jamaah yang hendak meminta tanda tangan, bersalaman, dan berfoto bersama.

Saya pun langsung masuk ke dalam masjid, lalu mengabadikan semua moment itu. Kesempatan itu pun saya pergunakan untuk berfoto bersama dengannya kemudian mewawancarai secara singkat seputar kiat dalam berdakwah dan menghadapi pihak-pihak yang menentang. Semua diindahkan UFS dengan ramah.

Dulu semasa Ustad Zainuddin MZ (almarhum) berjaya dengan gaya ceramahnya yang khas hingga mendapat julukan da’i sejuta ummat, saya pun ‘mengejar’-nya ke beberapa tempat.

Begitupun saat awal mula Aa Gym berhasil memikat jutaan jamaah lewat ceramahnya yang sejuk dengan metode manajemen kalbu, saya pun ‘memburu’nya sampai ke Bandung.

Kini giliran UFS yang saya ‘incar’ (mewawancarai dan memotretnya), Alhamdulillah berhasil.

UFS boleh dibilang termasuk ustad jaman now lantaran sangat melek media sosial (medsos) antara lain Facebook, IG, dan Youtube, lalu memanfaatkannya sebagai salah satu wadahnya berdakwah.

Sebagai pendakwah, UFS punya daya tarik dan nilai jual tinggi.

Pertama jelas karena dia Aseng sebagaimana dia ungkapkan tanpa sungkan. Mungkin kalau UFS bukan keturunan Tionghoa, bisa jadi lain lagi ceritanya.

Kedua, lantaran beberapa kali ceramah pengajiannya dibatalkan lalu terekspos luas di media massa dan medsos hingga justru menjulangkan namanya.

Ketiga (ini yang terpenting), meskipun karakter atau gaya berceramahnya belum sekuat dua pendahulunya (Zainuddin MZ dan Aa Gym), namun harus diakui UFS berhasil membetot perhatian jamaah mulai dari anak-anak, terutama kaula muda, termasuk bapak-bapak dan ibu-ibu kekinian berkat tulisan-tulisan dan juga isi ceramahnya yang terang dan berisi.

Karena itu, ustad muda yang tengah naik daun ini laris diundang mengisi kajian Islam, ceramah di acara hari-hari besar Islam, dan pengajian di berbagai tempat di Indonesia.

Buktinya salah satu anak muda pengurus Masjid Al-Hidayah, Ardhi mengaku sudah lama panitia mengundang UFS untuk bisa mengisi kajian Islam di Masjid Al Hidayah ini, namun baru kali ini bisa dipenuhi.
“Sepertinya jadwal ceramah Ustad Felix padet banget,” ujarnya.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)

Captions:
1. Ustad Felix Siauw (UFS) di Kajian Islam yang diselenggarakan pengurus Masjid Al Hidayah, Bintaro, Sektor 2, Tangsel.

2. Gagal menemui UFS di Reuni 212 akhirnya berjupa di Kajian Islam Masjid Al Hidayah

3. Inilah UFS yang tengah naik daun meskipun sempat mengalami penolakan-penolakan saat berdakwah.

4. Jamaah ibu-ibu kekinian mengabadikan UFS dengan kamera HP.
5.  UFS melayani jamaah yang hendak meminta tanda tangan dan bersalaman usai berceramah.
6. Ekspresi UFS saat menjawab pertanyaan jamaah.
7. Berfoto bersamam pengurus Masjid Al Hidayah, Bintaro Jaya, Sektor 2, Tangsel.
8. UFS berfoto bersama para penggemarnya.

Ustad Felix Siauw: Berdakwah Ikhlas Lillahi Ta’ala, Bukan Karena Penguasa

Mendapat penolakan berdakwah beberapa kali, tak membuat Ustad Felix Siauw (UFS) melemah apalagi menyerah. Justru dia semakin kuat dan mantap untuk terus menyuarakan amar ma’ruf nahi mun’kar di Negeri ini.
“Berdakwah itu bagi saya kewajiban. Karena itu harus saya lakukan dalam keadaan apapun. Entah itu dalam keadaan baik maupun buruk, dalam keadaan mudah maupun susah,” ujarnya kepada SiarMasjid usai menjadi pembicara dalam Kajian Islam di Masjid Al Hidayah, Jalan Punai Raya, Sektor 2, Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, Minggu (3/12/2017).
Menurut UFS pertama yang harus dilakukan dalam berdakwah adalah ikhlas.
“Jalankan saja dakwah dengan ikhlas pasti balasannya akan berlipat-lipat. Setiap ujian dalam berdakwah, pasti Allah kasih reward,” terangnya.
Selain ikhlas, lanjut UFS yang harus dipikirkan apakah dakwahnya sudah sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul; apakah sudah maksimal dalam menyampaikan kebaikannya/kebenarannya; apakah sudah dengan cara yang paling lembut atau belum; apakah sudah dengan cara yang paling baik, dan apakah sudah dengan cara yang paling maksimal atau belum.
“Kalau sudah semua, selesai sudah urusannya. Mengenai kemudian ada reaksi orang yang berbeda/bertentangan, itu urusan dia kepada Allah SWT,” tambahnya.
Selanjutnya, berdakwahlah karena Lillahi Ta’ala, bukan karena manusia termasuk penguasa.
“Berdakwah karena manusia itu bikin capek. Jadi berdakwalah karena Allah saja maka Insya Allah akan mendapatan ketenangan dan kebahagiaan yang langsung datang dari Allah SWT,” tambahnya.
Jika ada penolakan-penolakan, itu tidak serta merta berarti dakwahnya salah. “Pastikan dekat dengan ulama. Kalau ulama bilang jalan, Insya Allah jalan,” ungkapnya.
Kata UFS, tak usah mengasihani dirinya yang mengalami pengusiran  dimana-mana.

“Masya Allah, saya justru mendapat karunia yang sangat besar. Saya banyak mendapatkan kebaikan-kebaikan dari Allah,” ungkapnya.
UFS pun menambahkan bahwa orang yang mati di jalan Allah itu sejatinya dia hidup di sisi Allah, mendapat rezeki dari Allah.
“Jadi haram takut kepada manusia, takutlah pada Allah semata,” pungkasnya.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)

Kamis, 13 Juli 2017

Meneduhkan Jiwa di Masjid Agung Al Azhar Waikabubak, Sumba Barat


Urusan berwisata bukan cuma memanjakan mata dengan pemandangan indah, menjawab segala pertanyaan tentang keunikan beragam budaya, dan atau memuaskan lidah dengan bermacam kuliner khas serba lezat.
Tapi tak ketinggalan meneduhkan jiwa menunaikan kewajiban sebagai Muslim, shalat wajib lima waktu di surau mungil ataupun di masjid besar di pelosok dusun maupun kota besar yang disambangi.
Semua itu dilakukan agar ada keseimbangan antara urusan dunia dengan bekal akhirat. Dan semestinya memang harus begitu.

Itu yang selalu SiarMasjid lakukan saat berkunjung kemanapun untuk urusan pekerjaan maupun liburan.

Begitupun saat bertandang ke Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk meliput kegiatan Festival Sendalwood dan Festival Tenun Ikat Sumba 2017 yang diselenggarakan Pemrov NTT bekerjasama dengan 4 pemkab-nya dan didukung Kementerian Pariwisata (Kemenpar) baru-baru ini.

Sadar kalau masyarakat Sumba mayoritas Non Muslim, tentu jumlah surau dan masjidnya tidak akan sebanyak di pulau atau di daerah yang mayoritas Muslim.

Untungnya selama berada di Sumba, lokasi penginapan SiarMasjid bersama beberapa rekan dari Kemenpar berada tak jauh dari salah satu masjid terbesar di Kabupaten Sumba Barat, tepatnya di Waikabubak, ibukota Sumba Barat, yakni Masjid Agung Al-Azhar.

Jaraknya dari penginapan Hotel Manandang tak sampai 300 meter.

Lokasinya pun mudah dijangkau, lantaran berada di tepi jalan utama kota tersebut, yakni di Jalan Jendral A. Yani, yang merupakan kawasan perdagangan dengan sejumlah ruko di kiri-kanan dan seberangnya.

Setiap kali shalat di masjid ini, SiarMasjid dan beberapa rekan cukup berjalan kaki dari hotel, sambil menikmati jalan kota yang masih belum lengang lalu lintasnya.

Masjid Agung Al-Azhar tersebut belum sepenuhnya rampung pembangunannya. Pagarnya masih terbuat dari seng, dan tempat berwudhu-nya pun belum jadi, masih yang lama.

“Sudah 5 tahun masjid ini dirombak ulang dan belum selesai sepenuhnya,” kata seorang jamaah masjid tersebut.

Sewaktu pertama kali SiarMasjid datang ke sana untuk Shalat Ashar, air untuk ber-wudhu tidak keluar. Seorang jamaah mengajak para jamaah berwudhu di sumur milik warga di seberang masjid.

Bangunan utama masjid dengan warna dominan putih ini belum 100 persen selesai.

Bagian depannya ada undakan semen menuju serambi masjid yang terbuka dengan 6 tiang.

Interior masjid ini cukup megah dan elegan dengan beberapa tiang besar. Lantai dan dindingnya berlapis porselin berwarna krem. Begitupun dengan mihrab-nya atau tempat imam memimpin shalat berjamaah.

Ornamen kaligrafinya tidak terlalu banyak, jadi nampak bersih ruang dalamnya.

Plafon masjidnya berwarna putih, semakin membuat masjid ini bersih dan lapang.

Bagian dalam kubahnya pun belum tuntas sepenuhnya.

Lantai ruangannya cukup luas, namun belum semuanya diberi karpet sajadah, hanya di bagian depan dekat mihrab untuk dua shaf.

Di bagian mihrab ada tempat berkhutbah yang terbuat dari kayu berwarna coklat.

Keberadaan masjid ini bukan cuma penting buat umat Muslim di Waikabubak khususnya, pun wisatawan maupun pengunjung Muslim yang tengah bertandang, singgah sejenak (transit) ataupun melintasi Waikabubak untuk menunaikan kewajibannya.

Nah, kalau pembaca SiarMasjid kebetulan ke Waikabubak dan ingin shalat berjamaah di masjid ini, tak ada ruginya menyisihkan rezeki untuk beramal atau pun ber-infaq untuk pembanguan masjid ini agar pembangunannya lekas rampung.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)

Rabu, 07 Juni 2017

Reuni Akbar Alumni 212 Bikin Pesona Istiqlal Bakal Kian Berkilau


Pesona Masjid Istiqlal Jakarta dipastikan bakal semakin berkilau lantaran terpilih menjadi lokasi penyelenggaraan Reuni Akbar Alumni 212, yang akan berlangsung ba’da Shalat Jumat pada hari Jumat (9/6/2017).

Buktinya undangan terkait acara tersebut sudah tersebar kemana-mana, terutama lewat media sosial (medsos) yang tentunya mencantumkan Masjid Istiqlal sebagai venue acara.

Alhasil nama masjid yang berada di Sawah Besar, Jakarta Pusat ini ikut terangkat. Pesonanya sebagai masjid nasional terbesar di Asia Tenggara ini pun semakin berkilau.

Bangunan utama masjid ini terdiri dari lima lantai dan satu lantai dasar. Masjid yang berarsitektur modern dengan dinding dan lantai berlapis marmer ini dihiasi ornamen geometrik dari baja antikarat.

Bangunan utamanya dimahkotai satu kubah besar berdiameter 45 meter yang ditopang 12 tiang besar.

Ruang interiornya besar dan lapang ditambah ventilasi udara yang banyak membuat suasana bagian dalamnya begitu sejuk.

Apalagi karpetnya  jenis karpet berkualitas dan terbaik dibanding masjid lain yang ada di Jakarta.

Karpetnya tebal dan empuk dengan warnah merah ranum. Kondisi seperti itu membuat jamaah tak kuasa untuk duduk, tidur-tiduran, dan  atau mengabadian kemegahan masjid berpilar-pilar besar dengan kamera beragam jenis.

Selain itu ada menara tunggal setinggi total 96,66 meter menjulang di sudut selatan selasar masjid.

Dalam undangan atas nama Ketua Presedium Alumni 212 Ustad Ansufri Idrus Sambo dan Sekretaris Presedium Alumni 212 Ustad Hasri Harahap ini mengajak ummat Islam terutama para alumni Aksi Bela Islam (ABI) 212 tanggal 2 Desember 2016 lalu untuk mengikuti reuni akbar ini.

Assalamu'alaikum bapak & ibu, wahai kaum Muslimin & Muslimat, wahai para Alumni 212, wahai anak-anak bangsa yang cinta ulama & NKRI! Mari kita bersatu menyuarakan keadilan, mari kita tunjukkan solidaritas kita kepada ulama-ulama dan aktivis yang dizholimi oleh rezim penguasa saat ini,” begitu isi undangan tersebut.

“Mari kita berjihad dan bersatu menyuarakan keadilan dan mendesak rezim Jokowi untuk segera menghentikan kezaliman, fitnah & kriminalisasi kepada para ulama, aktivis-aktivis pro keadilan & Ormas Islam HTI. Khususnya fitnah & rekayasa hukum kepada Habib Rizieq, harus segera dihentikan! Mari bergabung dalam Reuni Akbar 212  & Konsolidasi Ummat,” lanjut undangan tersebut.

Reuni Akbar Alumni 212 rencananya akan diisi dengan 3 acara utama yakni pertama, Tabligh Akbar tokoh-tokoh alumni 212. Kedua, zikir dan doa untuk keselamatan para ulama (khususnya Habien Rizieq), aktivis-aktivis dan Ormas Islam (HTI) yang terzhalimi, serta zikir & doa untuk keselamatan NKRI.

Acara ketiga, pernyataan sikap bersama umat Islam dan Alumni 212 atas kezaliman yg dilakukan rezim penguasan saat ini terhadap para ulama khususnya Habib Rizieq, para aktivis, dan Ormas Islam (HTI).

Reuni akbar atau disebut juga Aksi Bela Ulama (ABU) 96 (9 Juni) ini bertempat di Masjid Istiqlal Jakarta, pukul 13.00 sampai dengan selesai.

“Diharapkan Sholat Jum'at berjamaah di Istiqlal dan membawa air mineral dan makanan ringan untuk persiapan berbuka puasa,” tulis undangan tersebut.

‘Ayoo mari viralkan! Ayoo mari berjihad! Ayooo mari datang berbondong-bondog, ayoo mari ajak keluarga dan kawan-kawan, ayoo ikutan Reuni Akbar Alumni 212 dan Konsolidasi Ummat. Ayoo mari selamatkan ulama,  agama, dan bangsa. Allahu Akbar, Allahu Akbar,” seru   undangan tersebut.

Sebelumnya gaung dan pesona Masjid Istiqlal ini juga terangkat dan berkilau karena beragam kegiatan, antara lain karena pernah menjadi venue  hajatan sujud syukur atas kemenangan pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno (Anies-Sandi) di hitung cepat sejumlah lembaga survei dalam Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, Rabu (19/4/2017).

Sujud syukur tersebut merupakan agenda kelima atau puncak dari kegiatan Tamasya Al Maidah.

Lalu ketika menjadi tempat pendeklarasian Komunitas Cinta Masjid Indonesia (KCMI) yang bertujuan menghidupkan kembali gairah kegiatan bermanfaat di dalam masjid, Sabtu (29/4).

Kemudian saat menjadi lokasi kumpul Aksi Simpatik 55 yang digelar Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI), mulai dari Shalat Jumat di Masjid Istqlal Jakarta dilanjutkan long march ke Mahkamah Agung (MA), Jumat (5/5/207).

Jauh sebelumnya, nama masjid yang pembangunannya diprakarsai oleh Presiden Republik Indonesia saat itu, Ir. Soekarno dengan arsiteknya Frederich Silaban ini juga terangkat bahkan mendunia lantaran kedatangan tamu tak biasa Presiden AS, Barrack Hussein Obama dan istrinya Michelle, Rabu pagi (10/11/2010), bertepatan dengan Hari Pahlawan.

Kehadiran orang nomor satu di negara adi daya saat itu jelas menjadi perhatian dunia dan turut melambungkan nama masjid megah ini.

Dari sisi wisata religi, halal maupun sejarah, tentu saja semua kegiatan itu membawa berkah tersendiri karena masjid yang mampu menampung 200 ribu jamaah ini akhirnya kembali mendapat publikasi gratis luar biasa, baik dari media masa maupun media sosial.

Tak sulit menjangkau masjid yang berada di bekas Taman Wilhelmina, di timur laut lapangan Medan Merdeka yang ditengahnya berdiri Monumen Nasional (Monas) dan di seberang Gereja Katerdal Jakarta ini.

Letak Masjid Istiqlal (arti harfiah: Masjid Merdeka) ini pun sangat strategis.

Jamaah yang tidak membawa kendaraan pribadi, bisa naik bus Transjakarta turun di Halte Juanda  masuk lewat pintu gerbang Ass-Salam ataudi Halte Istiqlal masuk lewat pintu gerbang Ar-Razaq.

Bus umum lainnya lewat pintu Ar-Razaq adalah Kopaja 20 jurusan Lebak Bulus-Senen dan Metromini 17. Kalau naik kereta api Commuter Line dari Bogor, Tangerang, dan Bekasi turun di Stasiun Juanda.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Captions:
1. Pesona Masjid Istiqlal Jakarta sebagai masjid nasional terbesar di Asia Tenggara.
2. Kemegahan interior kubah Masjid Istiqlal.
3. Suasana shalat berjamaah di dalam Masjid Istiqlal.
4. Naik kereta, bus Transjakarta, dll ke Masjid Istiqlal.

Kamis, 01 Juni 2017

Suka Jelajah Masjid Unik? Jangan Lupa Sambangi Masjid Seribu Tiang Jambi


Anda gemar berwisata religi mengunjungi masjid-masjid unik saat Ramadhan? Kalau iya, sambangi Masjid Agung Al-Falah Kota Jambi. Pasalnya arsitektur masjid satu ini punya keunikan tersendiri, terutama keberadaan jumlah tiang penyangganya hingga membuatnya dijuluki Masjid Seribu Tiang.

Masjid yang beralamat di Jalan Sultan Thaha Syaifuddin Nomor 60, Legok, Kota Jambi ini berdiri di atas lahan seluas 2,7 hektare.

Luas bangunannya mencapai 6.400 meter persegi dan mampu menampung sekitar 10 ribu jamaah.

Tanah lokasi masjid, dulunya merupakan pusat kerajaan Melayu Jambi. Namun pada tahun 1885 dikuasai penjajah Belanda dan dijadikan pusat pemerintahan dan benteng Belanda.

Hal tersebut sejalan dengan penjelasan sejarawan Jambi, Junaidi T Nur, bahwa Mesjid Agung Al falah ini memang berdiri di lahan bekas Istana Tanah Pilih dari Sultan Thaha Syaifudin.

Nama Sultan Thaha Syaifuddin sendiri kemudian disematkan menjadi nama resmi bandar udara Jambi, yakni Bandar Udara Sultan Thaha.

Masjid yang didirikan tahun 1971 ini tercatat baru sekali dirombak, yakni pada 2008, tanpa mengubah bentuk aslinya.

Dijuluki Seribu Tiang lantaran masjid ini memiliki banyak tiang di setiap sisi bangunan.

Tiang-tiang tersebut berfungsi sebagai penahan gempa, sehingga masjid ini disebut-sebut anti gempa.

Sebenarnya jumlah tiangnya tak sampai 1.000. Ada yang bilang jumlahnya cuma 232 tiang, ada pula yang mengatakan 256 tiang, dan ada pula yang mengklaim hanya 280 tiang. Namun karena banyaknya tiang yang menjulang tinggi dan berjejer dengan rapi membuat masjid ini lebih dikenal warga dengan Masjid Seribu Tiang.

Dari ratusan jumlah tiangnya, terdapat 40 tiang berbentuk silender yang terbuat dari bahan tembaga. Posisi ke-40 tiang itu berada di bagian tengah sekaligus juga menjadi penyangga kubah masjid.

Muhammad Zubir, salah satu pengurus masjid Seribu Tiang lewat video yang diunggah di laman Youtube mengatakan pembuat tiang di bagian tengah masjid yang terbuat dari bahan tembaga itu adalah orang dari Jawa, tepatnya Jepara.

Pada bagian tiang ini terdapat ornamen ukiran Jepara yang lebih detail bermotif flora.

Ratusan tiang lainnya berukuran lebih langsing berwarna putih dengan jarak satu sama lainnya  cukup rapat. Tiang-tiang ramping itu membentuk tiga sulur ke atas, sebagai penyanggah sekeliling atap masjid sebelah luar.

Interior khas lainnya, ada pada bagian mihrabnya. Berupa hamparan vertikal berbentuk ukiran yang terbuat dari bahan material kayu dengan warna merah kekuningan.

Dibagian atas dinding mihrabnya terdapat lengkungan kuningan. Di atas lempengan tersebut tersaji tulisan kaligrafi berbahasa Arab.

Sementara bagian dalam kubah dihias dengan ornamen garis-garis simetris mirip dengan garis garis lintang dan garis bujur bola bumi.

Ring besar di bawah kubah di hias dengan lukisan kaligrafi Al-Qur’an berwarna kuning emas.

Kaligrafi itu dibuat mengitari seluruh bagian sisi terbawah kubah. Hiasan inilah yang memberikan kesan sangat kental adanya adopsi masjid tradisional di Jawa.

Sebuah lampu gantung berukuran sangat besar berbahan tembaga menggelantung di tengah kubahnya. Lampu gantung bertipe chandelier tersebut memiliki tentakel seperti gurita.

Keistimewaan lainnya, masjid ini berkonsep terbuka layaknya bangunan pendopo di Jawa, tanpa pintu, jendela maupun tembok penyekat.

Al-Falah dalam Bahasa Arab bila di-Indonesiakan bermakna 'Kemenangan', menang maksudnya mempunyai kebebasan tanpa kungkungan. Filosofi itulah yang mungki menjadi dasar dibangunnya masjid ini dengan konsep terbuka, supaya umat Muslim dari manapun bebas masuk dan melaksanakan ibadah di masjid ini.

Selain itu, bangunan utama masjid ini dikelilingi kolam berisi bermacam ikan.

Lokasi masjid kebanggaan warga Jambi itu terbilang strategis.

Tak jauh dari komplek masjid juga terdapat sejumlah tempat bersejarah, mulai dari pasar tradisional terbesar di Jambi yakni Pasar Angso Duo, menara air bekas peninggalan Belanda, dan Museum Perjuangan.

Jaraknya pun cukup dekat dari Bandara Sultan Thaha Jambi yakni sekitar 25 menit berkendara.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)

Senin, 29 Mei 2017

Ini yang Bikin Masjid Raya Sumatera Barat Potensial Menjaring Wisatawan

Bukan masjid tua apalagi bersejarah. Tapi karena arsitekturnya memadukan konsep modern dan tradisional membuat Masjid Raya Sumatera Barat ini potensial menjaring wisatawan. Buktinya sejumlah wisatawan yang berwisata di Ranah Minang, tak lupa menyambanginya.

Mungkin bagi orang Minang, arsitektur masjid terbesar di Sumatera Barat (Sumbar) ini sesuatu yang biasa. Namun bagi wisatawan dari luar Sumbar tentu gaya bangunan masjid yang berada  Kecamatan Padang Utara, Kota Padang ini punya daya tarik tersendiri.

Konstruksi masjid ini terdiri atas tiga lantai. Ruang utama yang dipergunakan sebagai ruang shalat merupakan ruang lepas yang terletak di lantai dua, terhubung dengan teras terbuka yang melandai ke jalan.

Lantai dua ditopang oleh 631 tiang pancang dengan pondasi poer berdiameter 1,7 meter pada kedalaman 7,7 meter. Sedangkan lantai tiga berupa mezanin berbentuk leter U dengan luas 1.832 meter persegi.

Kekhasan utamanya, bangunan utama masjid ini berbentuk persegi yang melancip di keempat penjurunya. Bentuk itu mewakili atap ber-gonjong pada rumah adat Minangkabau, yakni Rumah Gadang.

Arsiteknya bernama Rizal Muslimin. Dia pemenang sayembara desain yang diikuti oleh 323 arsitek dari berbagai negara pada 2007.
Rancangannya dinilai bersahabat dengan geografis Sumbar yang memang termasuk rawan gempa.

Kabarnya Masjid ini dirancang mampu menahan gempa hingga 10 SR sekaligus bisa dijadikan shelter lokasi evakuasi bila terjadi tsunami, terutama di lantai 2 dan 3.

Selain itu rancangannya juga dilengkapi pelataran, taman, menara, ruang serbaguna, fasilitas komersial, dan bangunan pendukung untuk kegiatan pendidikan.

Masjid yang groundbreaking atau peletakan batu pertamanya pada 21 Desember 2007 oleh Gubernur Sumbar Gamawan Fauzi ini menempati area seluas 40.343 meter persegi.

Lokasi tepatnya di perempatan antara Jalan Khatib Sulaiman dan Jalan Ahmad Dahlan. Boleh dibilang sangat strategis, lantaran termasuk berada di jantung Kota Padang.

Masjid dengan pajang dan lebar bangunan 65 meter x 65 meter dan tinggi  bangunan  mencapai 47 meter ini memiliki bangunan utama terdiri dari tiga lantai yang mampu menampung sekitar 20.000 jamaah.

Lantai dasarnya dapat menampung 15.000 jamaah, lantai kedua dan ketiga sekitar 5.000 jamaah. Di lantai pertama juga terdapat ruang salat, toilet, wudhu, dan areal parkir.

Shalat Jumat perdana menandai pembukaan Masjid Raya Sumatera Barat untuk shalat rutin pada 7 Februari 2014. Ketika itu masjid dibuka untuk umum dengan frekuensi terbatas, karena belum rampungnya fasilitas listrik dan air bersih.

Sewaktu SiarMasjid menyambangi masjid yang berjuluk Mahligai Minang belum lama ini, boleh dibilang hampir rampung 100%.

Ketika itu sejumlah jamaah dari luar Kota Padang terlihat berfoto berlatar masjid indah ini. Begitupun dengan pengunjung dari luar Sumbar yang tengah berwisata di Kota Padang, terlihat asik mengabadikan arsitektur khas masjid ini.

“Nah semestinya kalau bikin masjid baru ya seperti ini, biar modern tapi tetap menonjolkan arsitektur tradisionalnya. Alhasil diminati wisatawan dari luar Sumbar,” kata Nurdin pengunjung asal Jakarta yang sengaja singgah ke masjid tersebut usai melihat even budaya Tabuik di Kota Pariaman, Sumbar.

Disamping menyelenggarakan Shalat Fardhu 5 waktu dan Shalat Jumat, pengurus masjid ini pun kerap menyelenggarakan Dakwah Islam atau Tabliq Akbar dan kegiatan Hari Besar Islam.

Aktivitas Ramadhan 1438 H tahun ini di Masjid Raya Sumbar mulai terasa sejak Ustadz Adi Hidayat hadir di masjid ini untuk memberikan kajian dengan Judul "Tahrib Ramadhan"pada 16 Mei 2017 lalu.

Tabligh Akbar  yang  juga dihadiri oleh Sekretaris Daerah Sumbar, Ali Asmar ini dikunjungi ribuan jamaah, termasuk dari luar Kota Padang bahkan dari luar Sumbar.

Ini membuktikan Masjid Raya Sumbar yang menjadi salah satu ikon wisata religi di Kota Padang ini amat potensial menjaring wisatawan.
Apalagi kalau setiap even yang diselenggarakan di masjid ini dipromosikan dengan gencar jauh-jauh hari lewat berbagai media, termasuk media sosial (twitter, facebook, dan instagram). Tentu akan menarik lebih banyak lagi jamaah dari luar Sumbar untuk datang ke masjid megah dan indah ini.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Foto: radian ghani & kemenag.go.id