berita masjid masjid raya masjid unik masjid bersejarah surau ceramah profil

Jumat, 30 Desember 2016

Berwisata Hati ke Masjid, Pilihan Terbaik Mengisi Akhir Tahun Penuh Manfaat Dunia-Akherat


Enggan menghabiskan akhir tahun dengan kegiatan hura-hura, bakar kembang api dan petasan, tiup terompet, dan lainnya, cobalah ganti dengan berwisata hati ke masjid-masjid yang menggelar kegiatan religius. Dengan mengikuti zikir bersama, mendengarkan tausyiah, shalat tahajud, dan sholat subuh berjamaah di masjid pada malam pergantian tahun hingga awal Tahun Baru, tentunya bakal   membuahkan ketenangan jiwa.

Setiap libur akhir tahun banyak orang mengisinya dengan berbagai cara, termasuk umat Muslim di Indonesia.

Selama ini, umumnya pelesiran ke sejumlah objek wisata atau ke lokasi tertentu sekaligus beraktivitas sesuai hobi dan minat. Ada yang mendaki gunung, bersantai di pantai dan pulau, berkemah, ke tempat rekreasi, menginap di hotel, bersantap di resto, nongkrong di café, melihat konser musik, dan pergi ke pusat-pusat keramaian untuk melihat pesta kembang api.

Sepertinya akhir tahun ini akan berbeda. Soalnya di sejumlah masjid di Tanah Air banyak yang menggelar kegiatan berwisata hati yang diselenggarakan pihak-pihak terkait.

Tujuannya memberi pilihan kepada umat Muslim untuk mengabiskan waktu di akhir tahun dengan kegiatan dalam kebaikan yang bernilai ibadah.

SiarMasjid mencatat ada beberapa masjid yang menjadi tepat penyelenggaraan acara-acara tersebut, yang bisa dijadikan pilihan untuk berwisata hati di akhir tahun ini.

Di Masjid Agung Trans Studio yang beralamat di Jalan Gatot Subroto No. 289, Bandung ada acara Majelis Inspirasi Bandung bertema “Menjadi Manusia yang Lebih Baik” dengan menghadirkan Daan Aria dan Deny Chandra dari P-Project dan Ustad Ahmad Humaeidi serta Ustad Fatih Karim pada Sabtu, 31 Desember 2016 pukul 9.00 sampai dengan pukul 11.30.


Dilanjutkan dengan Majelis Jejak Nabi berupa “Bedah Buku Bersamamu di Jalan Dakwah Berliku” oleh Ustad Salim A Fillah pukul 15.30 s/d 17.30. WIB.
Masih di Kota Kembang, tepatnya di Masjid Al-Murabbi Bandung yang terletak di Jalan Sutamo No. 122, Jawa Barat (Jabar) misalnya ada acara Renungan Akhir Zaman sekaligus Malam Solidaritas untuk Aleppo yang berlangsung Sabtu, 31 Desember 2016 hingga  Ahad, 1 Januari 2017.

Pengisi acaranya Ustad Rahmat Baequni,  Salim A. Fillah, Agus Al Muhajor, dan Syeikh Thyazen Hakimi Al-Yamani.

Di wilayah Jabar lainnya, tepatnya di Masjid Agung Sukabumi, Kota Sukabumi, Jabar ada acara “Malam Persatuan” yang berisi Tabligh Akbar, Kalaedoskop 2016, Resolusi 2017, dan Doa serta Dikir Bersama pada Sabtu, 31 Desember 2016 mulai pukul 15.30.

Dilanjutkan dengan Shalat Subuh Berjamaah pada Minggu, 1 Januari 2017. Pengisi acaranya antara lain Ustad Abu Salim Ihsan Muttaqin, Usep, Yayan Setiawan, Hendar Ali, Johan Maulana, dan Habib Husein.

Di Masjid As-Syarif Al-Azhar Bumi Serpong Damai (BSD), samping Taman Kota 1, Tangerang Selatan (Tangsel) ada acara bertajuk “Malamku Bersama Allah” dengan agenda acara Malam Bina Imam dan Taqwa serta Shalat Subuh 1000 pemuda pada Sabtu, 31 Desember 2016 mulau pukul 17.00 WIB hingga Minggu, 1 Januari 2017 pukul 8.00 WIB.

Pengisi acaranya Kang Toyib (motivator anak & remaja), Kak Jay (Motivator Bertuhid), Ustad Akmal Sjafril (founder Indonesia Tanpa JIL), Syakir Daulay (hafiz & artis), Ustad Rico (founder pejuang subuh) serta Ahya & Baim (pembawa acara).

Masih di wisalah Tangsel, tepatnya di Masjid Al-Munawarah Witama Harja Pamulang ada acara bertajuk “Refleksi Akhir Tahun” pada Sabtu, 31 Desember 2016 sampai Minggu, 1 Januari 2017 mulai pukul 15.30-07.00 WIB.

Agenda acaranya Seminar Parenting oleh Arianti Setyaningsih, Grand Launching Buku berjudul “Jatuh untuk Bangkit” oleh Ustad Feddy Fabachrain, Kajian Akhir tahun oleh Lukmanul Hakim, Kajian Subuh Ahad oleh KH. Abu Muhammad Jibrile AR serta  Qiyamullail, I’tikaf,  dan Beladiri Praktis.

Di Masjid Balaikota Depok ada acara “Muhasabah Akbar Akhir Tahun 2016 Refleksi Akhir Tahun dan Doa untuk Negeri” pada Sabtu, 31 Desember 2016 s/d Minggu, 1 Januari 2017 mulai pukul 19.00-06.30 WIB.

Rangkaian acaranya Refleksi Akhir Tahun,  I’tikaf, Shalat Malam Bersama, Muhasabah Akbar, Shalat Subuh Bersama, Tausyiah, dan Puisi Peduli Bima.

Di Masjid Al-Azhar Jakapermai Bekasi ada acara bertajuk “Sholat Subuh Berjamaah” pada tanggal 31 Desember 2016 hingga 1 Januari 2017 mulai pukul 19.00 – 07.00 WIB.

Isi acaranya Tausyiah, Pameran Poster Aleppo, Qiyamullail, dan Sholat Subuh Berjamaah. Adapun pengisi acaranya Ustad Dr. Lutfi Fathullah dan Ustad Ahmad Sani.

Masih di Bekasi tepatnya di Masjid Asy-Syuahad Harapan Indah ada acara bertajuk “Subuh Berjamaah Nasional 01.01 Spirit 212” pada 31 Desember 2016 hingga 1 Januari 2017 mulai pukul 18.00-06.30 WIB.

Pemberi ceramahnya Ustad Wildan Hasan, Khalid Al Amri, Abdul Aziz, Anwar Anshori, Hasanudin Sinaga, Salimin Dani, dan Ustad Amin Fauzi.

Sementara di Masjid Baitul Makmur Pasar Kuok, Kecamatan Batang Kapas, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat (Sumbar) ada acara dzikir, doa bersama, shalawatan, sholat tahajjud, dan ditutup Sholat Subuh Berjemaah pada Sabtu Malam 31 Desember 2016 hingga Minggu Pagi, 1 Januari 2017.


Di Ibukota Jakarta, tepatnya di Masjid Agung At-Tin, TMII, Jakarta Timur ada acara Dzikir Nasional ke-15 bertema “Indonesia Ikhlas” yang berlangsung selama dua hari, Jumat dan Sabtu tangl 30 & 31 Desember 2016.

Rangkaian acaranya terdiri atas pameran Buku Islam, Donor Darah, Talkshow Cahaya Hati, Pesantren Sains Anak, dan Tausyah serta Dzikir.

Sejumlah ustad kondang mengisi  acara spesial ini antara lain Ustad Arifin Ilham, Ustad Yusuf Mansur, Khofifah Indar Parawangsa, dan Peggy Melati Sukma.

Masih di Ibukota, tepatnya di Masjid Dewan Kemakmuran Masjid AQL di Jalan Tebet Utara No. 1, Jakarta Selatan ada acara “Majlis Qiyamaqu Spesial Akhir Tahun” pada Sabtu, 31 Desember 2016 pukul 20.00 WIB hingga Ahad pagi, 1 Januari 2017 di Aula Utama AQL.

Agenda acaranya Tausyiah, Qiyamul Lil/Tahajud, Shaat Subuh Berjamaah dan Muhasabah. Adapun pematerinya Usta fahmi Salamim, Hsendra Hudaya dan para imam Masjid DKM AQL. Acara ini pun terbuka untuk umum dan gratis.

Di masjid lainnya masih di wilayah Jakarta Selatan, tepatnya di  Masjid Raya Pondok Indah, samping Pondok Indah Mall, juga ada acara bertajuk “Berqibar” atau Berqiyamullail Bareng dengan penceramah Utsad DR Haikal Hassan.

Isi acaranya Doa & Dzikir Bersama oleh Ustad M Yohan Sukirno, Muhasabbah oleh Ustad Agus Solahudin, Imam Qiyamullail oleh Ustad Haidil Haq, dan acara rehat berupa bakar 1.000 kentang ungu super dari anak-anak petani Taman Baca Pegunungan Dieng.

Diteruskan Ahad paginya usai Shalat Subuh Berjamaah serta Tausyiah oleh DR Rusli Hasbi dan dilanjutkan dengan shalat Dhuha.


Anda tertarik berwisata hati di akhir tahun 2016 ini? Kunjungilah salah satu masjid tersebut di atas. Pilihan lain ke masjid di kota/daerah Anda yang juga menggelar acara serupa yang jauh lebih bermanfaat dunia-akherat.

Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Foto: masjidagungtranstranstudiobandung, simas.kemenag, & @manjjada.wajada

Rabu, 08 Juni 2016

Tarawih Dini Hari Khas Masjid Gedhe Kauman Bikin Penasaran


Shalat Tarawih umumnya dilakukan sekali, ba’da (selepas) Shalat Isya di sejumlah masjid di Tanah Air. Tapi khusus di Masjid Gedhe Kauman, di Kota Jogja, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Tarawihnya dua kali yakni selain  Shalat Tarawih ba’da (selepas) Isya seperti pada umumnya, juga ada Tarawih Dini Hari sekitar pukul 2 pagi.

Tarawih Dini Hari merupakan salah satu tradisi khas di Masjid Gedhe Kauman yang terletak di sebelah Barat Kompleks Alun-Alun Utara Kraton Yogyakarta. Dan hal itu sudah dilakukan sejak lama.

Menurut salah salah seorang Takmir (pengurus masjid), di Masjid Gedhe Kauman yang dibangun tahun 1773 ini, Shalat Tarawih dini hari diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan kepada para jamaah Masjid Gedhe Kauman yang karena ada sesuatu hal atau tidak bisa mengikuti  Shalat Tarawih yang pertama.  Namun untuk Shalat Tarawih dini hari tidak ada penceramahnya.

Takmir sengaja melakukan dua kali Shalat Tarawih di Masjid Gedhe Kauman juga karena ada alasan lain, yakni agar setiap warga yang berada di dekat masjid tetap bisa menunaikan Shalat Tarawih di sana meskipun berbeda dalam hal pemahaman jumlah rakaat.

Mungkin karena beda, beberapa warga luar Jogja ataupun wisatawan ada juga yang tertarik menjajal Shalat Terawih Dini Hari ini di masjid ini, karena penasaran ingin merasakan atmosfir lain ber-Tarawih jelang Sahur itu.

Istilah Tarawih berasal dari kata: [رَاحَ  – يَـرُوح], yang artinya istirahat. Orang mengartikannya dengan santai. Sehingga Shalat Tarawih adalah shalat yang santai. Santai dalam arti shalatnya tidak ngebut. Bacaan, rukuk, i’tidalnya, dan sujudnya panjang, dan seterusnya,  itulah Tarawih yang santai.

Shalat Tarawih hanya ada di Bulan Suci Ramadhan. Rentang waktu pelaksanaannya cukup panjang, mulai seusai Isya hingga sebelum Subuh. Bisa berjamaah maupun sendiri-sendiri.

Di Indonesia, masyarakat Muslimnya kebanyakan mengerjakaan Shalat Tarawih dengan jumlah 21 rakaat termasuk Shalat Witir secara berjamaah di masjid dan mushola. Ada juga yang melakukan 11 rakaat plus Witir.

Shalat Tarawih11 rakaat bisa kita selesaikan dalam waktu 30 menit secara normal. Tapi karena dikerjakan secara santai, bisa lebih lama, sekitar 40 menit atau 50 menit. Terlebih ketika Tarawih 21 rakaat, tentu waktu yang dibutuhkan  lebih lama, bisa 2 kali lipatnya sekitar satu setengah jam.

Shalat Tarawih dianjurkan berjamaah di masjid. Mengapa? Karena pahalanya lebih besar, sesuai hadis yang berbunyi: “Barangsiapa yang Shalat Tarawih berjamaah bersama imam hingga selesai, maka dia mendapat pahala Shalat Tahajud semalam suntuk.” (HR. Nasai 1605, Ibn Majah 1327 dan dishahihkan Al-Albani).

Selain Tarawih Dini Hari, ada 2 tradisi unik lain di   Masjid Gedhe Kauman yang berada di  sebelah Barat kompleks Alun-alun Utara Kraton Yogyakarta, Kota Jogja ini setiap Ramadhan, yakni Ta’jilan Gule Kambing dan Oblok-Oblok 1 Syawal.

Tradisi unik Ta’jilan Gule Kambing di masjid ini, hanya digelar setiap hari Kamis. Tradisi ini bermula dari banyaknya masyarakat yang ingin berbagi menu daging kambing saat merayakan aqiqah putra-putrinya. Pengurus masjid sepakat mengalokasikannya dalam bentuk Gule Kambing pada hari Kamis kepada jamaah sebagai Ta’jil berbuka puasa.

Oblok-oblok 1 Syawal pun merupakan tradisi khas lain dari masjid ini. Pada tanggal 1 Syawal, selepas Shalat Subuh semua jamaah di Masjid Gedhe Kauman melakukan sarapan bersama.

Menunya adalah oblok-oblok, yaitu sajian roti dengan kuah santan manis yang dicampur gula jawa dalam piring. Sarapan bersama dengan  menu khas ini sebagai tanda  perayaan kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa Ramadhan.

Kedua tradisi itupun diminati warga luar Jogja dan wisatawan termasuk mushafir, lantaran unik.

Menurut salah seorang pengurus masjid, semua acara tersebut, tak lain tak bukan untuk lebih mendekatkan jamaah dengan Masjid Gedhe Kauman selama Ramadhan.

Pendekatan yang dimaksud adalah mengisi hari-hari selama Ramadhan dengan kegiatan ibadah selian yang Wajib juga Sunat yang lebih daripada hari-hari di luar Ramadhan, khususnya di Masjid Besar Yogyakarta ini.

Khusus Obok-obok 1 Syawal, dimaksudkan selain merayakan kemenangan pun ada  muatan silaturahmim yang terkandung di dalamnya.

Anda tertarik mencoba Shalat Tarawih Dini Hari khas Masjid Gedhe Kauman dan atau menikmati Ta’jilan Gule Kambingnya? Datang saja pas Ramadhan, soalnya di luar Ramadhan, tidak akan Anda temukan kedua tradisi unik ini.

Kalau mau melihat sekaligus ikutan sarapan bersama dengan Obok-obok, ya datang ke masjid ini sekalian Shalat Subuh berjamaah pas 1 Syawal. Jangan sampai telat ya…

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)

Inilah Agenda Khusus Ramadhan Ala Masjid Gedhe Kauman

Seperti masjid raya lain di berbagai provinsi di Tanah Air, Masjid Gedhe Kauman yang merupakan masjid rayanya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), juga memiliki serangkaian acara guna 'menghidupkan' Ramadhan 1437 H.

Sekurangnya ada tiga agenda khusus di masjid tua ini setiap Bulan Suci yang beda dengan masjid lain, yakni Tarawih Dini Hari, Ta’jilan Gule Kambing, dan Oblok-Oblok 1 Syawal sebagai puncak acaranya.

Serangkaian acara termasuk jadual dan nama penceramah selama Ramadhan 2016 di masjid yang terletak di Kota Gudeg, Jogja ini tertera di baliho besar berwarna putih dengan tulisan dan garis tepi (list) berwarna pink.

Baliho tersebut sudah terpampang nyata di depan masjid, saat Siarmasjid menyambangi masjid ini untuk Shalat Jumat, (3/6) disela-sela meliput Festival Jajajan Pasar Nusantara (FJPN) 2016 yang digelar Kementerian Pariwisata (Kemenpar) di Taman Kuliner Condongcatur, Sleman, Yogyakarta.

Letak baliho itu persis di belakang pagar tembok masjid berwarna putih, tepatnya di atas kerangka tiang besi, menghadap ke arah halaman atau alun alun Kraton.

Jama’ah yang masuk dari pintu gerbang lalu ke halaman depan masjid yang terletak di sebelah Barat Kompleks Alun-alun Utara Kraton Yogyakarta ini, pasti dengan mudah bisa melihat baliho tersebut.

Di lembaran baliho berbahan terpal plastik itu tercantum 90 nama penceramah yang terbagi untuk tiga acara yakni penceramah Subuh, Ta’jil, dan penceramah Tarawih.

Nama penceramah yang tertera di baliho tersebut antara lain Dr H. Khoirudin Bashori sebagai penceramah Subuh, Drs H. Ahmad Muhsin Kamaludiningrat (Ta’jil), dan Drs. H. Munawar Khalil sebagai penceramah Tarawih pada Senin (6/6) atau hari pertama puasa Ramadhan tahun ini.

Pada hari ketigapuluh puasa, Selasa (5/7), yang bertugas menjadi penceramah adalah Ir H. Azman Latif (Subuh) dan Drs. Saifuddin Hadi (Ta’jil) jelang buka puasa terakhir.

Selain jadual dan nama-nama penceramah, juga tercantum Agenda Khusus Ramadhan 2016 di Masjid Raya Kesultanan Yogyakarta yang dibangun oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I (1755-1792) pada tahun 1773 ini.

Agenda khususnya ada Kajian Kitab, Tarawih Dini Hari, Ta’jilan Gule Kambing setiap hari Kamis, Tarawih Satu Juz setiap malam Jumat dan Malam Ahad, dan Nuzulul Qur’an pada Selasa (21/6).

selian itu juga ada Tadarus Alquran setiap Jumat malam Ba’da Tarawih, I’tikaf mulai tanggal 25/6 – 4/7, Donor Darah pada Sabtu (11/6), Khataman Qur’an pada Senin (4/7), dan sebagai puncak acaranya ada Oblok-Oblok 1 Syawal, Rabu (6/7).

Selamat berpuasa Ramadhan dan 'memakmurkan' masjid.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)

Minggu, 29 Mei 2016

Masjid Raya Dolok Sanggul, Hijaunya Teduhkan Mata Jiwa


Berwisata ke destinasi yang penduduknya dominan non muslim, urusan makan dan shalat kadang jadi soal bagi wisatawan muslim. Maklum perkara mencari makanan halal untuk isi perut dan masjid untuk ibadah shalat berjamaah, jelas tak semudah dibanding berada di destinasi mayoritas muslim.

Hal itu pun Siarmasjid alami di Humbang Hasundutan (Humbahas), sebuah kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) di Sumatera Utara (Sumut), saat meliput kegiatan Lawatan Sejarah Daerah (LASEDA) yang digelar Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Aceh selama 4 hari, 22-25 Mei 2016 lalu.

Sewaktu berkunjung ke beberapa obyek wisatanya, jangankan masjid raya, mushola saja sulit ditemukan.
Untungnya di Dolok Sanggul, Ibukota Humbahas ada sebuah masjid. Namanya Masjid Raya Dolok Sanggul, satu-satunya masjid raya di kabupaten yang belum lama terbentuk ini.

Dolok Sanggul sendiri yang berhawa sejuk berada di atas Bukit Barisan, jaraknya sekitar 45 menit dari Bandara Silangit di Siborong-Borong, Taput.
Bandara tersebut resmi beroperasi tanggal 22 Maret 2016 lalu untuk mempermudah akses wisatawan menuju Danau Toba, khususnya ke Sipinsur dan Lembah Bakkara yang masuk wilayah Humbahas.

Sesuai namanya, masjid tersebut berada di tengah Kota Dolok Sanggul, tepatnya di tepi Jalan Raya Siliwangi. Letaknya sekitar 10 meter dari Hotel & Resto Bukittinggi, tempat penulis bermalam selama berada di sana.

Kendati namanya masjid raya (artinya masjid terbesar sekabupaten), namun dari ukurannya masjid ini tidak sebesar masjid raya umumnya. Namun keberadaan masjid bertingkat satu ini cukup mencolok, terutama dari bentuknya yang amat berbeda dengan sejumlah bangunan lain di kota itu dengan warnanya yang hijau terang, meneduhkan mata jiwa.

Apalagi posisinya berada di tepi jalan raya yang kerap dilintasi para pedagang dan pelintas dari kabupaten lain termasuk dari Medan, sehingga mudah sekali dilihat.

Keberadaan masjid ini bukan hanya dibutuhkan bagi sekitar 6.000 jiwa penduduk Dolok Sanggul yang muslim, pun bagi para pedagang dan pelintas dari berbagai daerah, terlebih wisatawan yang tengah berwisata di Humbahas.

Sewaktu pertama kali penulis bertandang ke masjid ini, ada kagum dan syukur merasuk kalbu. Mungkin kedua rasa itu hadir lantaran tak menyangka ada masjid lumayan besar dan gagah di tengah kota berpenduduk mayoritas non muslim ini.

Arsitektur masjid ini tak begitu khas, hampir seperti kebanyakan masjid modern lainnya.
Bagian atapnya ada 3 kubah berwarna putih besi. Kubah paling besar berada di atap bangunan utama, di tengah-tengah. Dua lagi di bagian kiri dan di atas sebuah menara yang sebagian bangunannya menempel dengan bangunan utama masjid.

Sebelum memasuki halaman masjid ini, ada gerbang berbentuk gapura kotak polos tanpa tulisan nama masjid. Gapura itu berwarna hijau senada dengan warna dominan masjid dengan garis tepi (list) kuning dan hitam pada bagian bawah.

Di halaman masjid yang tidak begitu luas, terlihat beberapa warga dan pengurus masjid tengah menanam bermacam tanaman hias di tepian.

Di halaman berlantai semen itu ada plang putih dengan tulisan hitam yang cukup menarik perhatian. Tulisannya berbunyi mengingatkan: “Pastikan Anda Telah Mengkonsumsi yang Halal”.

Hmmm.., dalam hati berguman, tentu tulisan itu  ditujukan buat jamaah muslim agar senantiasa berhati-hati saat memilih menu makan selama berada di kota ini.

Di tempat lain masih di halaman masjid juga, ada plang hijau bertuliskan putih dengan tulisan berbunyi: “Dilarang Meletakkan Sandal, Slop, Sepatu, Terompa di Tangga. Kenaziran Masjid Raya Dolok Sanggul”.

Di samping belakang masjid dekat dengan tempat wudhu dan toilet yang kurang terawat, ada deretan bangunan bercat putih seperti ruang-ruang kelas berlantai 2 yang juga nampak tak terawat.

Di depan jendela bagian atas salah satu ruang kelas tersebut, terpasang bingkai bertuliskan Mutiara Kata berbunyi: “Membaca adalah suatu sarana untuk mendapatkan ilmu. Dengan membaca cakrawala dan paradigm berfikir seseorang lebih luas dan maju. Khazanah ilmu akan dipahami dan berita dunia akan di ketahui. Karena membaca adalah jendela ilmu”.

Usai mengambil wudhu, penulis yang hendak Shalat Zuhur siang itu bersama Miftah, salah seorang staf BPNB Aceh langsung masuk ke ruang lantai dasar masjid itu yang berpondasi 4 pilar berwarna senada dengan dinding masjid, hijau terang dan tua dengan list warna kuning.

Tak ada orang satupun di ruang itu. Karpet sajadahnya pun hanya terbentang dua baris dan kondisi sajadahnya pun terlihat sudah usang.
Di bagian depan ruang itu ada ruang khusus imam dan penceramah, lengkap dengan podium mimbar kayu berwarna coklat.
Di belakang mimbar ada setumpuk gulungan karpet sajadah dan salon sound system. Sepintas terkesan ruangan itu tak seelok bangunan masjidnya.

Keesokan harinya, saat penulis hendak Shalat Asyar, baru tahu kalau ruang utama shalat di masjid itu ada di lantai satu, bukan di lantai dasar seperti pertama kali penulis gunakan untuk shalat.

Untuk sampai ruang utama masjid ini, melewati undakan tangga dengan pagar dari besi berwarna putih.
Pintu ruang utamanya terbuat dari kayu berwarna coklat bagian atapnya melengkung setengah lingkaran. Begitupun dengan bentuk dan list jendela kacanya.  
Di bagian atas jendela ada 4 jendela kecil dari kaca patri dengan tulisan Arab berbunyi Allah dan Muhammad.

Interior Ruang Utama

Setibanya di dalam, penulis baru terkagum-kagum. Suasana interiornya lebih tertata dan bersih. Karpet sajadah berwarna merah terhampar di seluruh lantainya.
Ruangan ini terbagi dua, di bagian depan khusus untuk jamaah laki-laki, sedangkan di belakang dengan pembatas gorden kain untuk jamaah perempuan. Di ruang  perempuan terbagi dua lagi, bawah dan bagian atas yang dibatasi pagar besi putih.

Di tengah ruangan utama beratap putih ini, ada kubah bagian dalam yang berlukis langit berwana biru dengan awan putih yang berarak-arak.
Di bagian bawahnya ada kaligrafi Islam bertuliskan deretan asma'ul husna atau nama-nama Allah yang baik dan indah. Di tengah kubah, menggantung lampu hias kristal berwarna putih gading, memperelok ruangan ini.

Di ruangan ini juga terdapat ruang khusus imam dan penceramah dengan podium mimbar dari kayu berukir berwarna coklat tua. Di samping kiri mimbar ada sajadah khusus imam berlapis dua yang terhampar di atas karpet juga berwarna merah.

Dari 4 jendela kaca dalam ruangan utama ini, dapat terlihat dengan jelas Jalan Raya Siliwangi dan deretan bangunan ruko, rumah makan, losmen, dan lainnya di kiri-kanannya.

Dekat pintu keluar ruangan dalam ini, ada kotak infaq terbuat dari besi dengan 4 penyangga yang cukup tinggi berwarna hijau.

Puas mengabadikan bagian dalam masjid, penulis melanjutkan pengambilan gambar dari luar. Di dinding luar masjid bagian atas yang menghadap ke jalan raya, tertera Surat Al-Baqarah. Sedangkan di bawahnya ada 3 surat Al-Qur’an lagi yakni Surat Iqra, Al-Fatihah, dan Surat Annas dengan tulisan berwarna hitam masing-masing di beri kotak dengan warna dasar hijau terang dan list warna kuning.

Biar bisa mengabadikan masjid ini secara keseluruhan, penulis menyeberang jalan. Dari depan Rumah Makan Islam Suka Raya yang menjual Mie Ayam Halal, baru terlihat keanggunan, keteduhan sekaligus kegagahan masjid ini. Apalagi siang itu langitnya biru bersih hingga  menambah pesonanya sekalipun bentangan kabel-kabel listrik sedikit menggangu pemandangan. Hati pun kembali berdecak kagum dan mengucap syukur.

Selesai memotret dan hendak balik ke hotel, beberapa peserta LASEDA 2016 yakni para pelajar SMA dan guru pendamping dari Aceh tepatnya perwakilan dari Subulussalam, Bireuen, Banda Aceh, dan Sabang serta dari Sumut, tepatnya dari Tanjung Balai terlihat memasuki Masjid Raya Dolok Sanggul untuk menunaikan Shalat Asyar.

“Alhamdulillah,” ucap hati. Kenapa? Karena mereka pun tidak meninggalkan kewajibannya sebagai muslim, di kala berwisata dan menjalani kegiatan dunawi yang serba menjebak dan menggoda.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)

Kamis, 19 Mei 2016

Terpesona Arsitektur Piramida Khas Masjid Raya Batam

Berwisata ke Batam paling seru, ya berbelanja aneka produk berharga miring, menyantap kuliner sop ikan dan aneka olahan seafood lainnya, serta mejeng di Jembatan Barelang sambil mencicipi sate udang, kepiting, dan jagung bakar. Tapi awas jangan lupa diri, yang WAJIB harus tetap ditegakkan lho. Nah, kalau Anda kebetulan sedang berada di Batam Center lalu mendengar lantunan azan, segeralah bergegas ke Masjid Raya Batam (MRB) dengan senyum cerah dan hati senang.

Kenapa harus ke Masjid Raya Batam? Apa tidak ada masjid lain? Mungkin itu yang menjadi pertanyaan Anda saat membaca lead di atas.

Jawabannya karena masjid tersebut masjid terbesar sekaligus menjadi salah satu icon Kota Batam, selain Jembatan Barelang dan Tulisan Welcome To Batam di Bukit Clara. Tulisan bercat putih tersebut itu pun dapat dilihat jelas dari samping kiri masjid ini.

Keistimewaan lainnya, masjid yang dibangun di atas tanah kompleks seluas 75.000 m2 pada tahun 1999 dan rampung tahun 2001 silam ini  berada dekat dengan Pelabuhan Ferry Internasional Batam Center.

Setiap hari wisatawan mancanegara dan nusantara yang berkunjung ke Batam melalui Singapura melintasi dan dapat melihat dengan jelas masjid ini. Batam merupakan pulau terdekat dengan negara tetangga Singapura.

Kelebihan lainnya, masjid yang pembangunannya diprakarsai Ismed Abdullah selaku ketua Otoritas Batam dan Ir. Achmad Noe’man sebagai arsitek masjid ini, arsitekturnya berbentuk paduan antara balok bujur sangkar pada bagian bawah dan lintas sama sisi pada bagian atas yang merupakan kepala bangunan.

Bentuk limas sama sisi (teriris tiga bagian) dipilih dengan pertimbangan bahwa bentuk atap yang cocok untuk denah bangunan bujur sangkar, mempunyai persepsi vertikalisme menuju satu titik di atas sebagai simbol hubungan antara manusia dan Tuhan (habluminallah).

Sedangkan irisan tiga bagian merupakan simbol perjalanan hidup manusia (sebagai hamba Allah) dalam tiga alam yaitu alam rahim, dunia, dan alam akhirat.

Masjid yang ruang shalat bagian dalamnya berluas 2.515 m2 hingga mampu menampung 3.500 jamaah  dan 15.000 jamaah lagi di bagian luar ini memiliki kubah dengan bentuk unik yang berdesain limas segi empat atau seperti piramida. Bagian atapnya dihiasi lampu-lampu gantung terkesan gagah.

Ruang salat ditutup klinker terakota  berwarna merah bata. Garis-garis shaf memakai bahan paving blocks warna kelabu sehingga terlihat kontras.

Di ruang shalat bawah ada kolam air mancur yang bisa juga dipakai sebagai tempat berwudhu. Selain itu ada bak-bak tanaman batu kali, lampu-lampu taman, dan deretan pohon palem raja.

Keseluruhan elemen itu membuat suasana ruang salat lebih nyaman, lebih indah, dan berwibawa.

Tak heran masjid yang dilengkapi dengan menara setinggi 66 m ini selain menjadi tempat ibadah, pun menjadi  pesona daya tarik pariwisata.

Masjid yang kini berganti nama menjadi Masjid Agung Batam (MAB) juga dilengkapi dengan ruang wudlu pria seluas 506,7 m2, ruang wudlu wanita (178,1), ruang penitipan barang (39,96), dan ruang kegiatan seluas 2.190,3 m2.

Mengapa berganti nama menjadi MAB? Nama ini ditetapkan oleh Kementerian Agama pada Juli 2010 lalu dan ditindaklanjuti dengan SK Walikota Batam.

Pergantian nama tersebut berdasarkan peraturan Kementerian Agama yang mengatur nama sebuah masjid sesuai dengan wilayahnya. Kalau masjid raya itu untk wilayah provinsi sedangkan untuk wilayah kota harus menggunakan nama masjid agung.

Oleh sebab itulah MRB berubah nama menjadi MAG karena masjid skala kota bukan provinsi. Kendati begitu tetap saja masyarakat Kota Batam lebih mengenal sebutan MRB  ketimbang MAG karena nama MRB sudah lama dikenal dan menyatu di hati warga Batam.

Kelebihan lain, masjid yang masjid ini terletak di Jalan Engku Putri Kota Batam, kawasan Batam Center ini juga selalu menjadi pusat acara keagaman islam yang biasa diselenggarakan Pemkot Batam.

Tak sulit menemukan masjid ini. Lokasinya berhadap-hadapan dengan kantor Badan Otorita Pengembangan Pulau Batam atau BIDA (Batam Industrial Development Authority) dan bersebelahan dengan alun-alun.

Cuma butuh waktu sekitar 20 menit dari Bandara Internasional Hang Nadim, Batam dengan taksi.

Pertanyaan berikutnya, kenapa harus dengan wajah cerah dan hati senang?

Jawabannya karena Anda termasuk orang yang beruntung, masih tetap mengindahkan perintah-Nya, menunaikan Shalat Wajib Lima Waktu dan atau Shalat Jumat di masjid meskipun sedang bersenang-senang, berwisata memanjakan diri di dunia yang sesaat, serba menggoda dan menjebak.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)



Amirul Mukminin, Masjid Terapung Dambaan Wisatawan Saat Nikmati Pantai Losari


Kalau Anda berwisata ke Makassar, Sulawesi Selatan, tepatnya di kawasan Pantai Losari, pasti akan menemukan masjid yang dibangun di atas permukaan laut dengan ditopang sejumlah tiang pondasi yang tertancap kuat di dasar Timur Laut Losari. Sejak dibuka tahun 2012 silam, masjid berwarna putih, abu-abu, dan aksen hitam dengan dua menara menjulang setinggi 16 meter ini menjadi dambaan wisatawan.

Saat air pasang, tiang-tiang masjid ini tak nampak sehingga masjid berarsitektur modern ini seperti mengapung di permukaan laut, oleh karena itu disebut Masjid Terapung.

Masjid yang lokasinya berhadapan dengan rumah jabatan Walikota Makassar di Jalan Penghibur ini diklaim menjadi Masjid Terapung pertama di Indonesia.

Kalau Anda perhatikan lagi, jamaah yang datang ke masjid bernama Amirul Mukminin ini sebagian besar wisatawan yang tengah berwisata di Makassar yang berjuluk Kota Anging Mamiri ini. Wisatawan dan warga biasanya mulai berdatangan ke lokasi jelang sore hari.

Jika dulu di kawasan pantai paling tersohor di Kota Makassar bahkan Sulsel ini, wisatawan hanya duduk-duduk menunggu matahari ternggelam kemudian nongkrong di deretan kursi plastik depan gerobak pedagang Pisang Epe.

Kini sejak kehadiran Masjid Terapung ini wisatawan pun jadi mudah menunaikan kewajibannya Shalat Maghrib secara berjamaah saat berwisata di Bumi Pisang Epe ini.

Pantauan Siarmasjid, sejak sore mulai pukul 3, wisatawan sudah mulai banyak yang membanjiri masjid ini. Mereka umumnya wisatawan dari luar Makassar yang terpesona dengan keindahan sekaligus keunikan masjid ini.

Biasanya mereka melakukan Shalat Ashar di sini, kemudian melanjutkan jalan-jalan, foto-foto, dan berwisata kuliner di sepanjang Pantai Losari.  Jelang Maghrib, mereka kembali lagi untuk mengabadikan pesona sunset yang menawan. Baru kemudian Shalat Maghrib berjamaah.

Itu pula yang penulis lakukan disela-sela meliput even Lomba Kuliner Berbahan Ikan & Pangan Lokal 2016 yang digelar Kementerian Pariwisata (Kemenpar) selama 2 hari (14-15/5) di Anjungan Pantai Losaari, Makassar.

Sebelum azan Ashar berkumandang, sejumlah jamaah mulai memasuki masjid lewat jembatan yang tiang-tiang pondasinya menancap di dasar laut.  Di ujung masing-masing jembatan ada tempat penitipan sepatu dan sandal. Pengunjung dilarang mengenakan alas kaki di halaman masjid.

Halaman depan masjid ini juga kerap digunakan jamaah untuk shalat jika di bagian dalam penuh. Di halaman ini ditempatkan beberapa kota amal untuk jamaah yang ingin berinfaq.

Dari segi ukuran, masjid berlantai tiga berdiameter 45 meter dengan 2 kubah berwarna biru masing-masing berdiameter 9 meter ini, tidaklah terlalu besar. Namun ternyata mampu menampung sekitar 500 jamaah.

Mungkin karena berada di tepian laut, meskipun siang hari terik, kondisi udara di ruang dalam masjid ini pun tetap sejuk kendati pengelolanya tak menyalakan AC.

Tempat wudhu utama di masjid ini ada dua, di sebelah kiri dari pintu masuk masjid untuk laki-laki merangkap toilet. Di sebelah kanannya khusus untuk wanita. Beberapa kran air untuk berwudhu juga di sediakan dekat halaman masjid di sebelah kiri dan kanan, dekat dengan penitipan sepatu/sandal.

Ruang shalat laki-laki di lantai dasar dengan atap yang dihiasai sejumlah lampu hias bulat hingga menambah kesan modern dan elegan interior masjid ini.

Sedangkan di lantai dua khusus jamaah perempuan dengan menaiki tangga melingkar. Tapi ada juga jamaah perempuan terutama yang sudah uzur memilih shalat di bagian belakang ruang dasar khusus pria.

Di dalam masjid ada seorang anak berusia belasan tahun melantunkan Ayat-Ayat Suci. Suaranya merdu menambah keteduhan bukan cuma ruang masjid, pun ruang ruang kalbu ini. Bocah yang mengenakan peci berwana putih dan baju gamis abu-abu itu pun kemudian mengumandangkan azan dengan suara lantang dan indah.

Imamnya pun tak kalah menawan hati. Suara dan intonasinya saat melafazkan bacaan shalat mirip imam di Masjid Masjidil Haram.

Usai shalat Ashar berjamaah, banyak pengunjung yang naik ke lantai tiga melalui tangga yang melingkar di sisi kanan dan kiri untuk menikmati pemandangan. Panorama kawasan Pantai Losari dari lantai 3 masjid ini sungguh menawan, apalagi jelang matahari kembali ke peraduan.

Keunikan lain masjid ini, jika dilihat dari atas dua buah kubah dan tangga melinggar menuju lantai tiga, membentuk angka 99, melambangkan asmaul khusna.

Tak bisa dipungkiri masjid yang diresmikan oleh Ketua Dewan Masjid Indonesia Jusuf Kalla pada 21 Desember 2012 silam ini menjadi dambaan wisatawan.

Kehadirannya bukan semata menambah pesona keindahan Pantai Losari pun membantu memudahkan wisatawan yang ingin tetap menunaikan Shalat Wajib Lima Waktu saat berwisata.

Kehadiran Masjid Terapung Amirul Mukminin ini menambah deretan masjid favorit di Kota Makasar. Sebelumnya ada Masjid Raya dan Masjid Al Markaz Al Islami yang keduanya berlokasi di Jalan Masjid Raya, di tengah Kota Makassar.

Amran (43 tahun), salah sorang wisatawan luar Makassar yang penulis temui usai Shalat Asyar berjamaah di Masjid Terapung ini, mengaku masjid yang dibangun di era Walikota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin ini menjadi salah satu tujuan favorit jalan-jalannya bersama keluarga, setelah masjid Al Markaz Al Islami.

"Sejak ada masjid ini, atmosfir Islami di Pantai Losari lebih terasa. Kami jadi tak bingung kalau mau shalat saat piknik di sini,” aku Amran yang datang bersama istri dan tiga orang anaknya yang masih kecil-kecil.

Boleh dibilang Masjid Terapung Amirul Mukminin menambah magnet kawasan Pantai Losari semakin kuat. Landmark Islami ini mampu menjaring wisatawan datang dan betah berlama-lama di Pantai Losari.

Belakangan ini sejumlah kota lain ikut tertarik membangun masjid terapung agar dapat menarik kunjungan wisatawan seperti yang berhasil dilakukan Makassar.

Contohnya Bandung, meskipun tak punya laut, dalam waktu dekat Ibukota Jawa Barat yang dikelilingi pegunungan ini akan memiliki masjid terapung di atas danau di daerah Gedebage yang diberi nama Masjid Al-Jabbar.

Melihat kesukseskan Masjid Terapung Amirul Mukminin menjaring wisatawan ke Makassar, tak berlebihan rasanya kalau konsep pantai bermasjid unik, menarik, dan nyaman ini patut ditiru daerah wisata lain biar lebih berkah. Soalnya saat berwisata, wisatawannya jadi tak kesulitan mencari tempat beribadah.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)


Minggu, 20 Maret 2016

Al-Hidayah, Masjid Tua Berwajah Muda

Sekilas melihat parasnya, Masjid Al-Hidayah yang berada di Dusun Cimuncang, Desa Jayagiri, Kecamatan Panumbangan, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat ini seperti umumnya masjid baru era sekarang. Kesan modern terasa lebih mencuat. Tak ada sedikitpun citra klasik yang membuktikan kalau masjid ini sebenarnya termasuk masjid kuno. Wajah dan penampilannya yang muda, menutupi usia sebenarnya masjid ini yang sudah melampaui uzur, hampir 2 abad.

Keseluruhan bangunan Masjid Al-Hidayah berupa tembok batu bata dengan kubah utama besar di atapnya. Material kayu dan kaca hanya untuk pintu dan jendela yang bagian atasnya berbentuk melengkung. 

Cat luar dan dalam bangunan masjid yang terletak di tepi jalan utama dusun mungil ini, didominasi warna putih dengan kombinasi hijau tua dan muda serta kubah masjid dengan warna hijau terang agar mudah terlihat dari kejauhan. 

Sementara pagar masjid yang terbuat dari rangkaian besi dicat hitam dan sentuhan warna emas dengan tiang penyangga berwarna hijau tua. Di atas masing-masing tiang pagar, terpasang lampu hias bulat berwarna putih.

Ketika mendapat informasi dari Zainal Arifin, warga lokal yang paham tentang sejarah Masjid Al-Hidayah, terus terang Siarmasjid agak terkejut. "Masjid Al-Hidayah ini didirikan tahun 1860," kata Zainal yang juga merangkap salah satu imam di masjid ini, ba’da Shalat Jumat, (18/3).

Dulu, lanjut Zainal seluruh bangunan masjid ini terbuat dari kayu, berupa rumah panggung dengan lantai dari bilah bambu atau Palupuh dalam Bahasa Sunda.

"Pada jaman penjajahan Belanda, masjid ini kerap menjadi tempat pertemuan warga, rapat-rapat rahasia seperti itulah," ujar Zainal lagi.

Lantaran termakan usia, belum lagi adanya pergantian pemimpin desa, camat, dan bupati serta faktor lainnya, masjid ini pun mengalami perubahan dengan beberapa kali renovasi.

Pada tahun 2000 masjid ini berubah total, tak ada lagi sisa bangunan aslinya. "Pembangunannya ketika itu atas biaya swadaya masyarakat," terang Zainal.

Baru pada tahun 2008, masjid ini kembali direnovasi pada saat Kabupaten Ciamis dipimpin Bupati Engkon Komara hingga tampilannya terlihat seperti sekarang ini. Prasasti peresmian pembangunannya dari porselin, terpasang di tembok bangunan bagian belakang masjid, tertanggal 31 Maret 2008.

Selain Zainal Arifin, ada 4 orang lagi di masjid ini yang bertugas sebagai imam, yakni Iskandar, Ihin, Cece Jaya Sumantri, dan Wawan Darwan.

Ihin menambahkan masjid yang berdiri di atas  tanah wakaf  mampu menampung 1000-an jama’ah, termasuk di halaman depan.

Selain sebagai tempat melakukan ibadah shalat lima waktu, Jum'atan dan lainnya, masjid ini juga kerap menjadi tempat penyelenggaraan acara-acara Islami seperti Munggahan, Muludan, Tahun Baru Islam, Shalat Idul Fitri, Hari Raya Qurban, dan Shalat Idul Adha.

"Setiap Sholat Idul Fitri kami menebarkan kotak Tabarat atau tabungan akherat. Jumlah uang yang terkumpul dari jama'ah bisa sampai 40 juta Rupiah," kata Ihin yang juga pengajar Agama Islam di Desa Jayagiri ini.

Oman Rahmansyah, mantan Kepala Dusun Cimuncang sekaligus tokoh masyarakat setempat menambahkan saat Hari Raya Qurban, hewan yang terkumpul  dari warga di Masjid Al-Hidayah mencapai 10 ekor sapi  dan puluhan kambing. 

"Biasanya saat Lebaran Idul Fitri dan Idul Adha banyak warga Dusun Cimuncang dan 4 dusun lain di Desa Jayagiri ini yang pulang kampung, jadi banyak yang Shalat I’ed di masjid ini," terang Oman.

Wawan Gunawan, putra daerah asli Dusun Cimuncang, Desa Jayagiri mengatakan belakangan ini Masjid Al-Hidayah juga dipakai untuk acara Manaqib yang digelar setiap bulan bekerjasama dengan Pondok Pesantren (Ponpes) Sirnarasa pimpinan Abah Gaos yang melestarikan dan mensyiarkan ajaran Islam lewat metode Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah.

Apa itu Manaqib?  KH Bisri Mustofa dari Ponpes Nurul Huda  dalam tulisannya menjelaskan Manaqib itu bentuk jamak dari mufrod manqobah, yang di antara artinya menceritakan kebaikan amal dan akhlak perangai terpuji seseorang.

Oleh sebab itu kata-kata Manaqib hanya khusus bagi orang-orang baik mulia seperti Manaqib Umar bin Khottob, Manaqib Ali bin Abi Tholib, Manaqib Syeikh Abdul Qodir al-Jilani, Manaqib Sunan Bonang, dan lain sebagainya. 

“Tidak boleh dan tidak benar kalau ada orang berkata Manaqib Abu Jahal, Manaqib DN. Aidit, dan lain sebagainya,” terangnya dalam tulisan tersebut.

Menurut Wawan sudah 9 kali acara Manaqib diadakan di Masjid Al-Hidayah sejak Juni 2015. 

“Meskipun terdengar kabar miring tentang adanya penolakan dari segelintir warga. Namun kegiatan Islami ini tetap berjalan," kata Wawan yang tak lain dalang Wayang Ajen ini.

Bahkan 2 kegiatan Manaqib di masjid ini, lanjut Wawan didukung Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara (DBP3N), Kementerian Pariwisata (Kemenpar) dengan label kegiatan Festival Wisata Budaya Religi Manaqib.

"Besok, festival wisata budaya religi tersebut dilaksanakan di Masjid  Al-Hidayah pada Sabtu (19/3). Festival ini sekaligus  bertujuan memperkenalkan branding promosi pariwisata nusantara Pesona Indonesia," jelas Wawan lagi.

Salah satu faktor lain mengapa Manaqib ini digelar di Masjid Al-Hidayah, kabarnya salah satu orangtua Abah Gaos berasal dari Desa Jayagiri ini.

Kebetulan lagi juga jarak tempuh Ponpes Sirnarasa yang berada di Desa Ciomas, Kecamatan Panjalu, masih Kabupaten Ciamis ke Masjid Al-Hidayah sekitar 1 jam.

Iskandar, imam lainnya menjelaskan Masjid Al-Hidayah merupakan satu-satunya masjid di Desa Jayagiri. Sementara jumlah mushola ada 5 di masing-masing dusun.

"Mumpung ada orang dari Pemerintahan Pusat dalam hal ini Kementerian Pariwisata, kami berharap halaman masjid diberi atap canopy agar jama’ah yang Shalat Jum’at terlebih Sholat Idul Fitri dan Idul Adha tidak kebasahan jika hujan turun," harap Iskandar.

Mendengar permintaan itu, Wawan yang juga berprofesi PNS di Kemenpar dengan jabatan Kasubit Promosi Wisata Sejarah dan Religi, Asdep Pengembangan Seqmen Pasar Personal, Deputi DBP3N ini mengatakan Kemenpar hanya fokus memberikan dukungan promosi seperti peliputan media, penyediaan spanduk, baliho, dan lainnya dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan wisata.

"Untuk pendanaan pembangunan masjid dan lainnya, tepatnya diajukan ke pimpinan pemerintah daerah setempat, dalam hal ini ke Bupati Ciamis," imbau Wawan.

Usai mendengar asal muasal Masjid Al-Hidayah, kegiatan, dan juga harapan para pengelolannya, Siarmasjid melanjutkan melihat-lihat lebih detil raut wajah masjid ini.

Di halaman depan masjid, tepatnya di bagian kiri ada salah satu tempat mengambil air wudhu yang beratap kubah juga berwarna hijau.  

Di bagian kirinya ada bedug tua yang menjadi satu-satunya bukti masjid ini adalah masjid tua. Bedug dari kulit sapi itu diletakkan di atas wadah kayu di dalam bangunan yang bentuknya serupa dengan tempat ber-wudhu, agar tidak kehujanan dan kepanasan.

Di ruang dalam masjid ada empat pilar dari batu bata berlapis porselin berwarna coklat muda  yang menyangga atap bangunan sekaligus kubah utamanya. Sederet kaligrafi tertulis di dinding dalam bagian atas berwarna kuning dengan dasar lagi-lagi warna hijau.

Dinding depan bagian dalam masjid ini juga dilapisi porselin coklat muda. Di tengahnya terdapat ruang khusus imam yang menjorok ke dalam. 

Di samping sajadah khusus imam, berdiri mimbar untuk khotib berceramah saat Shalat Jumat, Idul Fitri, dan Shalat Idul Adha. Mimbar tersebut berdesain replika masjid berikut kubahnya dari kayu yang keseluruhan bercat warna putih.

Sementara di samping kanan ruang imam, terdapat jam besar dari kayu berwarna coklat tua.  Atap kubah bagian dalam juga berwarna hijau dengan tulisan kaligrafi di tepiannya. Lampu hias klasik tergantung dari atap kubah bagian dalam, menambah manis rona wajah bagian dalam masjid ini.

Secara arsitektur, Masjid Al-Hidayah memang biasa-biasa saja. Tak ada sesuatu yang menonjol atau unik. Namun melihat umurnya, tentu masjid ini punya kelebihan tersendiri. Itulah yang membuat Siarmasjid tertarik mengupasnya.

Nah, Kalau Anda berkunjung ke Desa Jayagiri, Kabupaten Ciamis untuk bertandang ke rumah saudara atau kenalan, berwisata ziarah, mendaki Gunung Sawal ataupun belanja aneka ikan tawar, jangan lupa luangkan waktu untuk menunaikan shalat wajib dan sunah di Masjid Al-Hidayah, agar kunjungan Anda lebih bermakna.

Salam Satu Jari, Salam Tauhid, Salam Siarmasjid, LAILAHAILLALLAH…

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)