Tak salah bila pertama kali melihatnya, banyak orang yang mengira bangunan ini gereja buatan Belanda. Padahal bukan. Bangunan ini sejak awal berdiri hingga kini tetap berfungsi sebagai masjid. Bangunan yang semula bernama Masjid Assyuro ini, kini lebih dikenal dengan nama Masjid Cipari sesuai letaknya di Kampung Kampung Cipari, Desa Sukarasa, Kecamatan Pangatikan, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Dibilang mirip gereja, karena arsitekturnya bergaya art deco, yang memanjang dari Barat ke Timur dengan menara setinggi 20 meter di sisi Timur. Menara tersebut menyatu dengan pintu utama masjid ini. Keberadaan menara pada muka bangunan ini dapat ditemui di beberapa bagunan gereja.
Dari samping, bangunannya mirip sekolah atau perkantoran zaman kolonial Belanda. Pintu lainnya ada di sisi Utara dan Selatan. Ukauran pintu dan jendela lebar sehingga jamaah yang shalat di dalam bisa terlihat dari luar.
Setelah masuk ke dalam, baru jelas bahwa bangunan ini masjid, dengan adanya mihrab menempel di dinding arah kiblat. Namun secara keseluruhan, ruangan di dalamnya lebih mirip ruang kelas besar.
Sesepuh Pesantren Cipari, Salaf Soleh, menegaskan bahwa bangunan ini sejak awal dibangun pada 1935 atas inisiatif K.H. Yusuf Tauzirie, pengasuh pondok pesantren Cipari, berfungsi sebagai masjid. “Arsitekturnya R.M. Abikusno Tjokrosuyoso, keponakan H.O.S Tjokroaminoto. Peresmiannya dilakukan H.O.S Tjokroaminoto pada 1936, dan kerap dipakai untuk pertemuan tokoh Syarikat Islam dan tokoh nasionalis PNI, pada masa pergerakan nasional,” jelasnya.
Sewaktu masjid ini jadi, lanjut Soleh, masyarakat sempat kaget dengan bentuknya yang tidak seperti masjid pada umumnya. Tapi justru dengan bentuknya itu berhasil menyelamatkan warga Cipari yang diserang oleh gerombolan DI/TII yang dipimpin S.M Kartosoewirjo yang ingin mendirikan Negara Islam. “Warga Cipari yang dipimpin K.H. Yusuf Tauzirie berhasil menyerang balik kawanan pemberontak yang dulu bekas sahabat seperguruannya itu dari atas menara dengan melemparkan mortil meski dihujani tembakan. Bentuk masjid itu membawa berkah,” terangnya seraya menjelaskan bahwa bekas tembakan para pemberontak dulu itu membekas di atap menara majid berupa lubang-lubang timah panas.
Tips Perjalanan
Meski agak jauh dari Kota Garut. Tapi Masjid Cipari mudah dijangkau. Bila dari arah Kota Garut, masjid ini berada di bagian Timur. Dari Terminal bus Garut naik angkot 07 warna merah putih jurusan Sukawening, melewati Pasar Wanareja terus turun di Jalan Cipari. Ongkosnya kalau siang Rp 4.000. Kalau malam bisa diminta lebih oleh supirnya sekitar Rp 6.000 per orang. Dari Jalan Cipari naik ojek sepeda motor Rp 2.500 per orang.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (siarmasjid@gmail.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar