“Yaa Allah berkahilah Negeri ini, jauhilah dari
Asing dan Aseng. Aseng yang mana? Aseng yang menggerogoti perekonomian Negeri
ini, bukan Aseng yang ada di depan kalian. Saya ini Aseng tapi saya tidak jahat
atau menggerogoti perekonomian Negeri ini”.
Begitu rentetan kalimat singkat tapi tegas yang
dilontarkan ustad kelahiran Palembang, keturunan Tionghoa-Indonesia, Ustad Felix
Siauw (UFS) saat tampil di hadapan jutaan ummat Islam di panggung utama Reuni
212 di lapangan Tugu Monumen Nasional (Monas), Medan Merdeka, Jakarta, Sabtu
(2/12/2017) yang berhasil saya rekam dari kejauhan.
Hari itu saya gagal memotret ustad berlabel
Mbois (mbotak sipit) karena memang aslinya bermata sipit berusia 33 tahun itu,
apalagi menemui dan mewawancarainya.
Saya tidak bisa mendekati panggung utama
lantaran lapangan di depan panggung sudah melaut manusia.
Saking jauhnya, sedikitpun saya tidak bisa
melihat ustad bernama lengkap Felix Yanwar Siauw itu.
Setelah ustad yang pernah menjadi penceramah di
acara TV Nasional bertajuk “Inspirasi Iman” yang dipandu Oki Setiana Dewi dan
Jarwo Kwat di TVRI ini selesai memberi sambutan, saya mendapat informasi dari seorang
peserta Reuni 212 yang mundur ke belakang untuk membeli makanan.
Kata orang itu, UFS tadi tampil berdiri sambil
memegang microphone dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya sambil
mengacungkan salam satu jari, salam Tauhid, Lailahaillallah.
“Dia (UFS-red) mengenakan baju batik lengan
pendek berwarna orange dan celana bahan berwarna hitam serta bertopi bundar
berwarna abu-abu. Dia pun menyerukan takbir, lalu jamaah kompak berteriak
Allahu Akbar,” kata orang itu.
UFS adalah salah satu alasan mengapa saya begitu
bersemangat menghadiri Reuni 212 ini.
Bukan sekadar ingin berjumpa dengan penulis
sejumlah buku antara lain “Beyond the Inspiration”, “Udah Putisin Aja”, “Yuk
Berhijab”, dan “Khilafah Remake” ini, pun karena ada beberapa hal yang saya
ingin tanyakan.
Terutama soal
penolakan ceramah
pengajiannya di beberapa tempat. Selama
tahun 2017, UFS
sudah mendapat sekurangnya 6 kali penolakan.
Saya pun ingin
tahu bagaimana dia mengatasinya hingga tetap tegar dan terus berdakwah.
Namun Allah SWT berkehendak lain. Saya belum
diijinkan bertemu dengan ustad yang pernah berkuliah di Institut Pertanian
Bogor (IPB) ini di special moment itu.
Sebenarnya, saya ingin menunggu sampai
kerumunan massa perlahan menyusut, lalu menghampiri panggung utama untuk
menemui ustad mualaf yang masuk Islam pada 28 Maret 2013 itu.
Tapi siang itu saya ada urusan lain, yakni
menghadiri resepsi pernikahan pengantin 212, Robi dan Ima di Cilebut, Jawa
Barat.
Meskipun hari itu saya berhasil mewawancarai
beberapa pedagang dan peserta Reuni 212 serta mengabadikan beberapa objek
menarik terkait suasana acara tersebut, kemudian kesampaian pula menghadiri
pesta perkawinan sang pengantin 212 itu, namun tetap saja ada yang kurang. Ya, itu
tadi gagal bertemu UFS.
Saat berada di dalam kereta commuter line, dalam
perjalanan pulang dari Cilebut menuju Tanah Abang, saya membuka Instagram (IG).
Seketika saya mendapat informasi dari akun IG
@mediamuslimin tentang acara Kajian Islam bertajuk ‘Antara Wahyu & Nafsu’ dengan
penceramah utama UFS.
Acara tersebut akan berlangsung di Masjid Al
Hidayah, Jalan Punai Raya, Sektor 2, Bintaro Jaya, Tangerang Selatan pada Ahad,
3 Desember 2017 pukul 08.30-11.30 WIB.
Dalam hati berucap, mungkin ini jawaban doa
saya. Allah tidak mengizinkan saya bertemu UFS saat Reuni 212, mungkin besok,
Minggu di Kajian Islam tersebut.
Esoknya, Minggu pagi saya meluncur ke Masjid Al
Hidayah dengan ojek online. Jaraknya cukup jauh, sekitar 10 Km tapi ongkosnya cuma
Rp 12 ribu.
Saya pun memberi tambahan buat tukang ojek-nya sebagai
tanda terimakasih karena sudah berhasil mengantarkan saya ke masjid tersebut.
Sewaktu tiba di masjid, terlihat sejumlah
jamaah pria berada di bagian depan dan sayap kanan, sementara jamaah perempuan
beserta anak-anak di bagian belakang.
Sayangnya, ustad yang pernah bergabung menjadi
aktivis gerakan Islam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) itu sudah selesai
menyampaikan kajiannya. Untungnya sesi tanya-jawab belum berlangsung.
Akhirnya sesi diskusi dimulai. Moderator
memanggil UFS untuk tampil kembali. Dia duduk di kursi dan di depannya meja kayu berwarna coklat.
Spontan dalam hati saya berucap syukur. Alhamdulillah
akhirnya bisa melihat langsung orang yang saya cari-cari.
Maklum selama ini saya hanya melihat UFS di
akun IG-nya @felixsiauw sekaligus membaca sejumlah tulisannya yang cerdas dan
tegas. Sekalipun saya belum pernah bertemu, mewawancari, dan memotretnya.
Hari itu, ayah 4 putri itu mengenakan baju
batik lengan pendek berwarna biru telur asin dengan kombinasi kuning, hijau, putih dan coklat,
bercelana panjang hitam serta bertopi bulat abu-abu. Nampak bersahaja.
UFS langsung menjawab beberapa pertanyaan para
jamaah. Ada yang bertanya soal dakwah (baca: Ustad Felix Siauw: Berdakwah Lillahi Ta’ala Bukan Kerena Penguasa),
acara Reuni 212 kemarin, dan lainnya.
Tepat pukul 11.00 WIB, UFS menyelesaikan jawabannya
sekaligus menutup kajian. Setelah itu dia melayani para jamaah yang hendak
meminta tanda tangan, bersalaman, dan berfoto bersama.
Saya pun langsung masuk ke dalam masjid, lalu
mengabadikan semua moment itu. Kesempatan itu pun saya pergunakan untuk berfoto
bersama dengannya kemudian mewawancarai secara singkat seputar kiat dalam berdakwah
dan menghadapi pihak-pihak yang menentang. Semua diindahkan UFS dengan ramah.
Dulu semasa Ustad Zainuddin MZ (almarhum)
berjaya dengan gaya ceramahnya yang khas hingga mendapat julukan da’i sejuta
ummat, saya pun ‘mengejar’-nya ke beberapa tempat.
Begitupun saat awal mula Aa Gym berhasil memikat jutaan
jamaah lewat ceramahnya yang sejuk dengan metode manajemen kalbu, saya pun
‘memburu’nya sampai ke Bandung.
Kini giliran UFS yang saya ‘incar’ (mewawancarai dan memotretnya), Alhamdulillah
berhasil.
UFS boleh dibilang termasuk ustad jaman now
lantaran sangat melek media sosial (medsos) antara lain Facebook, IG, dan Youtube, lalu memanfaatkannya
sebagai salah satu wadahnya berdakwah.
Sebagai pendakwah, UFS punya daya tarik dan
nilai jual tinggi.
Pertama jelas karena dia Aseng sebagaimana dia
ungkapkan tanpa sungkan. Mungkin kalau UFS bukan keturunan Tionghoa, bisa jadi
lain lagi ceritanya.
Kedua, lantaran beberapa kali ceramah
pengajiannya dibatalkan lalu terekspos luas di media massa dan medsos hingga justru
menjulangkan namanya.
Ketiga (ini yang terpenting), meskipun karakter
atau gaya berceramahnya belum sekuat dua pendahulunya (Zainuddin MZ dan Aa Gym),
namun harus diakui UFS berhasil membetot perhatian jamaah mulai dari anak-anak,
terutama kaula muda, termasuk bapak-bapak dan ibu-ibu kekinian berkat tulisan-tulisan
dan juga isi ceramahnya yang terang dan berisi.
Karena itu, ustad muda yang tengah naik daun
ini laris diundang mengisi kajian Islam, ceramah di acara hari-hari besar
Islam, dan pengajian di berbagai tempat di Indonesia.
Buktinya salah satu anak muda pengurus Masjid
Al-Hidayah, Ardhi mengaku sudah lama panitia mengundang UFS untuk bisa mengisi
kajian Islam di Masjid Al Hidayah ini, namun baru kali ini bisa dipenuhi.
“Sepertinya
jadwal ceramah Ustad Felix padet banget,” ujarnya.
Naskah
& foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Captions:
1. Ustad Felix Siauw (UFS) di Kajian Islam yang diselenggarakan pengurus Masjid Al Hidayah, Bintaro, Sektor 2, Tangsel.
2. Gagal menemui UFS di Reuni 212 akhirnya berjupa di Kajian Islam Masjid Al Hidayah
3. Inilah UFS yang tengah naik daun meskipun sempat mengalami penolakan-penolakan saat berdakwah.
4. Jamaah ibu-ibu kekinian mengabadikan UFS dengan kamera HP.
5. UFS melayani jamaah yang hendak meminta tanda tangan dan bersalaman usai berceramah.
6. Ekspresi UFS saat menjawab pertanyaan jamaah.
7. Berfoto bersamam pengurus Masjid Al Hidayah, Bintaro Jaya, Sektor 2, Tangsel.
8. UFS berfoto bersama para penggemarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar