Urusan berwisata bukan
cuma memanjakan mata dengan pemandangan indah, menjawab segala pertanyaan
tentang keunikan beragam budaya, dan atau memuaskan lidah dengan bermacam
kuliner khas serba lezat.
Tapi tak ketinggalan meneduhkan jiwa menunaikan
kewajiban sebagai Muslim, shalat wajib lima waktu di surau mungil ataupun di
masjid besar di pelosok dusun maupun kota besar yang disambangi.
Semua itu dilakukan agar
ada keseimbangan antara urusan dunia dengan bekal akhirat. Dan semestinya memang
harus begitu.
Itu yang selalu SiarMasjid
lakukan saat berkunjung kemanapun untuk urusan pekerjaan maupun liburan.
Begitupun saat bertandang
ke Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk meliput kegiatan Festival Sendalwood
dan Festival Tenun Ikat Sumba 2017 yang diselenggarakan Pemrov NTT bekerjasama
dengan 4 pemkab-nya dan didukung Kementerian Pariwisata (Kemenpar) baru-baru
ini.
Sadar kalau masyarakat
Sumba mayoritas Non Muslim, tentu jumlah surau dan masjidnya tidak akan
sebanyak di pulau atau di daerah yang mayoritas Muslim.
Untungnya selama berada
di Sumba, lokasi penginapan SiarMasjid bersama beberapa rekan dari Kemenpar
berada tak jauh dari salah satu masjid terbesar di Kabupaten Sumba Barat,
tepatnya di Waikabubak, ibukota Sumba Barat, yakni Masjid Agung Al-Azhar.
Jaraknya dari penginapan
Hotel Manandang tak sampai 300 meter.
Lokasinya pun mudah dijangkau, lantaran berada di tepi jalan utama kota tersebut, yakni di Jalan Jendral A. Yani, yang merupakan kawasan perdagangan dengan sejumlah ruko di kiri-kanan dan seberangnya.
Lokasinya pun mudah dijangkau, lantaran berada di tepi jalan utama kota tersebut, yakni di Jalan Jendral A. Yani, yang merupakan kawasan perdagangan dengan sejumlah ruko di kiri-kanan dan seberangnya.
Setiap kali shalat di
masjid ini, SiarMasjid dan beberapa rekan cukup berjalan kaki dari hotel,
sambil menikmati jalan kota yang masih belum lengang lalu lintasnya.
Masjid Agung Al-Azhar tersebut
belum sepenuhnya rampung pembangunannya. Pagarnya masih terbuat dari seng, dan
tempat berwudhu-nya pun belum jadi, masih yang lama.
“Sudah 5 tahun masjid ini
dirombak ulang dan belum selesai sepenuhnya,” kata seorang jamaah masjid
tersebut.
Sewaktu pertama kali
SiarMasjid datang ke sana untuk Shalat Ashar, air untuk ber-wudhu tidak keluar.
Seorang jamaah mengajak para jamaah berwudhu di sumur milik warga di seberang
masjid.
Bangunan utama masjid dengan
warna dominan putih ini belum 100 persen selesai.
Bagian depannya ada
undakan semen menuju serambi masjid yang terbuka dengan 6 tiang.
Interior masjid ini cukup
megah dan elegan dengan beberapa tiang besar. Lantai dan dindingnya berlapis porselin
berwarna krem. Begitupun dengan mihrab-nya atau tempat imam memimpin shalat
berjamaah.
Ornamen kaligrafinya
tidak terlalu banyak, jadi nampak bersih ruang dalamnya.
Plafon masjidnya berwarna
putih, semakin membuat masjid ini bersih dan lapang.
Bagian dalam kubahnya pun belum tuntas sepenuhnya.
Bagian dalam kubahnya pun belum tuntas sepenuhnya.
Lantai ruangannya cukup
luas, namun belum semuanya diberi karpet sajadah, hanya di bagian depan dekat
mihrab untuk dua shaf.
Di bagian mihrab ada
tempat berkhutbah yang terbuat dari kayu berwarna coklat.
Keberadaan masjid ini
bukan cuma penting buat umat Muslim di Waikabubak khususnya, pun wisatawan
maupun pengunjung Muslim yang tengah bertandang, singgah sejenak (transit)
ataupun melintasi Waikabubak untuk menunaikan kewajibannya.
Nah, kalau pembaca
SiarMasjid kebetulan ke Waikabubak dan ingin shalat berjamaah di masjid ini, tak
ada ruginya menyisihkan rezeki untuk beramal atau pun ber-infaq untuk
pembanguan masjid ini agar pembangunannya lekas rampung.
Naskah
& foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig:
@adjitropis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar