Sekilas
melihat parasnya, Masjid Al-Hidayah yang berada di Dusun Cimuncang, Desa
Jayagiri, Kecamatan Panumbangan, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat ini seperti
umumnya masjid baru era sekarang. Kesan modern terasa lebih mencuat. Tak ada
sedikitpun citra klasik yang membuktikan kalau masjid ini sebenarnya termasuk masjid kuno. Wajah dan penampilannya yang muda,
menutupi usia sebenarnya masjid ini yang sudah melampaui uzur, hampir 2
abad.
Keseluruhan
bangunan Masjid Al-Hidayah berupa tembok batu bata dengan kubah utama besar di
atapnya. Material kayu dan kaca hanya untuk pintu dan jendela yang bagian
atasnya berbentuk melengkung.
Cat
luar dan dalam bangunan masjid yang
terletak di tepi jalan utama dusun mungil ini, didominasi warna putih dengan kombinasi
hijau tua dan muda serta kubah masjid dengan warna hijau terang agar mudah
terlihat dari kejauhan.
Sementara pagar masjid yang terbuat dari rangkaian
besi dicat hitam dan sentuhan warna emas dengan tiang penyangga berwarna hijau
tua. Di atas masing-masing tiang pagar, terpasang lampu hias bulat berwarna putih.
Ketika
mendapat informasi dari Zainal Arifin, warga lokal yang paham tentang sejarah Masjid
Al-Hidayah, terus terang Siarmasjid agak terkejut.
"Masjid Al-Hidayah ini didirikan tahun 1860," kata Zainal yang
juga merangkap salah satu imam di masjid ini, ba’da Shalat Jumat, (18/3).
Dulu,
lanjut Zainal seluruh bangunan masjid ini terbuat dari kayu, berupa rumah
panggung dengan lantai dari bilah bambu atau Palupuh dalam Bahasa Sunda.
"Pada
jaman penjajahan Belanda, masjid ini kerap menjadi tempat pertemuan warga,
rapat-rapat rahasia seperti itulah," ujar Zainal lagi.
Lantaran
termakan usia, belum lagi adanya pergantian pemimpin desa, camat, dan bupati
serta faktor lainnya, masjid ini pun mengalami perubahan dengan beberapa kali
renovasi.
Pada
tahun 2000 masjid ini berubah total, tak ada lagi sisa bangunan aslinya.
"Pembangunannya ketika itu atas biaya swadaya masyarakat," terang
Zainal.
Baru
pada tahun 2008, masjid ini kembali direnovasi pada saat Kabupaten Ciamis
dipimpin Bupati Engkon Komara hingga tampilannya terlihat seperti sekarang ini.
Prasasti peresmian pembangunannya dari porselin, terpasang di tembok bangunan
bagian belakang masjid, tertanggal 31 Maret 2008.
Selain
Zainal Arifin, ada 4 orang lagi di masjid ini yang bertugas sebagai imam, yakni
Iskandar, Ihin, Cece Jaya Sumantri, dan Wawan Darwan.
Ihin
menambahkan masjid yang berdiri di atas tanah
wakaf mampu menampung 1000-an jama’ah,
termasuk di halaman depan.
Selain
sebagai tempat melakukan ibadah shalat lima waktu, Jum'atan dan lainnya, masjid
ini juga kerap menjadi tempat penyelenggaraan acara-acara Islami seperti Munggahan, Muludan, Tahun Baru Islam,
Shalat Idul Fitri, Hari Raya Qurban, dan Shalat Idul Adha.
"Setiap
Sholat Idul Fitri kami menebarkan kotak Tabarat
atau tabungan akherat. Jumlah uang yang terkumpul dari jama'ah bisa sampai
40 juta Rupiah," kata Ihin yang juga pengajar Agama Islam di Desa Jayagiri
ini.
Oman
Rahmansyah, mantan Kepala Dusun Cimuncang sekaligus tokoh masyarakat setempat menambahkan
saat Hari Raya Qurban, hewan yang terkumpul dari warga di Masjid Al-Hidayah mencapai 10
ekor sapi dan puluhan kambing.
"Biasanya saat Lebaran Idul Fitri dan Idul Adha banyak warga Dusun Cimuncang dan 4 dusun lain di Desa Jayagiri ini yang pulang kampung, jadi banyak yang Shalat I’ed di masjid ini," terang Oman.
"Biasanya saat Lebaran Idul Fitri dan Idul Adha banyak warga Dusun Cimuncang dan 4 dusun lain di Desa Jayagiri ini yang pulang kampung, jadi banyak yang Shalat I’ed di masjid ini," terang Oman.
Wawan
Gunawan, putra daerah asli Dusun Cimuncang, Desa Jayagiri mengatakan belakangan
ini Masjid Al-Hidayah juga dipakai untuk acara Manaqib yang digelar setiap bulan bekerjasama dengan Pondok
Pesantren (Ponpes) Sirnarasa pimpinan Abah Gaos yang melestarikan dan mensyiarkan
ajaran Islam lewat metode Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah.
Apa
itu Manaqib? KH Bisri Mustofa dari Ponpes
Nurul Huda dalam tulisannya menjelaskan
Manaqib itu bentuk jamak dari mufrod
manqobah, yang di antara artinya menceritakan kebaikan amal dan akhlak
perangai terpuji seseorang.
Oleh
sebab itu kata-kata Manaqib hanya khusus bagi orang-orang baik mulia seperti
Manaqib Umar bin Khottob, Manaqib Ali bin Abi Tholib, Manaqib Syeikh Abdul
Qodir al-Jilani, Manaqib Sunan Bonang, dan lain sebagainya.
“Tidak boleh dan tidak benar kalau ada orang berkata Manaqib Abu Jahal, Manaqib DN. Aidit, dan lain sebagainya,” terangnya dalam tulisan tersebut.
“Tidak boleh dan tidak benar kalau ada orang berkata Manaqib Abu Jahal, Manaqib DN. Aidit, dan lain sebagainya,” terangnya dalam tulisan tersebut.
Menurut
Wawan sudah 9 kali acara Manaqib diadakan di Masjid Al-Hidayah sejak Juni 2015.
“Meskipun terdengar kabar miring tentang adanya penolakan dari segelintir warga. Namun kegiatan Islami ini tetap berjalan," kata Wawan yang tak lain dalang Wayang Ajen ini.
“Meskipun terdengar kabar miring tentang adanya penolakan dari segelintir warga. Namun kegiatan Islami ini tetap berjalan," kata Wawan yang tak lain dalang Wayang Ajen ini.
Bahkan
2 kegiatan Manaqib di masjid ini, lanjut Wawan didukung Deputi Bidang
Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara (DBP3N), Kementerian Pariwisata (Kemenpar)
dengan label kegiatan Festival Wisata Budaya Religi Manaqib.
"Besok,
festival wisata budaya religi tersebut dilaksanakan di Masjid Al-Hidayah pada Sabtu (19/3). Festival ini sekaligus
bertujuan memperkenalkan branding promosi
pariwisata nusantara Pesona Indonesia," jelas Wawan lagi.
Salah
satu faktor lain mengapa Manaqib ini digelar di Masjid Al-Hidayah, kabarnya salah satu orangtua Abah Gaos berasal dari Desa Jayagiri ini.
Kebetulan lagi juga jarak tempuh Ponpes Sirnarasa yang berada di Desa Ciomas, Kecamatan Panjalu, masih Kabupaten Ciamis ke Masjid Al-Hidayah sekitar 1 jam.
Kebetulan lagi juga jarak tempuh Ponpes Sirnarasa yang berada di Desa Ciomas, Kecamatan Panjalu, masih Kabupaten Ciamis ke Masjid Al-Hidayah sekitar 1 jam.
"Mumpung
ada orang dari Pemerintahan Pusat dalam hal ini Kementerian Pariwisata, kami
berharap halaman masjid diberi atap canopy
agar jama’ah yang Shalat Jum’at terlebih Sholat Idul Fitri dan Idul Adha tidak
kebasahan jika hujan turun," harap Iskandar.
Mendengar
permintaan itu, Wawan yang juga berprofesi PNS di Kemenpar dengan jabatan Kasubit
Promosi Wisata Sejarah dan Religi, Asdep Pengembangan Seqmen Pasar Personal,
Deputi DBP3N ini mengatakan Kemenpar hanya fokus
memberikan dukungan promosi seperti peliputan media, penyediaan spanduk,
baliho, dan lainnya dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan wisata.
"Untuk
pendanaan pembangunan masjid dan lainnya, tepatnya diajukan ke pimpinan
pemerintah daerah setempat, dalam hal ini ke Bupati Ciamis," imbau Wawan.
Usai
mendengar asal muasal Masjid Al-Hidayah, kegiatan, dan juga harapan para
pengelolannya, Siarmasjid melanjutkan melihat-lihat lebih detil raut wajah
masjid ini.
Di
halaman depan masjid, tepatnya di bagian kiri ada salah satu tempat mengambil air
wudhu yang beratap kubah juga
berwarna hijau.
Di bagian kirinya ada bedug tua yang menjadi satu-satunya bukti masjid ini adalah masjid tua. Bedug dari kulit sapi itu diletakkan di atas wadah kayu di dalam bangunan yang bentuknya serupa dengan tempat ber-wudhu, agar tidak kehujanan dan kepanasan.
Di bagian kirinya ada bedug tua yang menjadi satu-satunya bukti masjid ini adalah masjid tua. Bedug dari kulit sapi itu diletakkan di atas wadah kayu di dalam bangunan yang bentuknya serupa dengan tempat ber-wudhu, agar tidak kehujanan dan kepanasan.
Di
ruang dalam masjid ada empat pilar dari batu bata berlapis porselin berwarna
coklat muda yang menyangga atap bangunan
sekaligus kubah utamanya. Sederet kaligrafi tertulis di dinding dalam bagian atas berwarna kuning dengan dasar lagi-lagi
warna hijau.
Dinding
depan bagian dalam masjid ini juga dilapisi porselin coklat muda. Di tengahnya
terdapat ruang khusus imam yang menjorok ke dalam.
Di samping sajadah khusus imam, berdiri mimbar untuk khotib berceramah saat Shalat Jumat, Idul Fitri, dan Shalat Idul Adha. Mimbar tersebut berdesain replika masjid berikut kubahnya dari kayu yang keseluruhan bercat warna putih.
Di samping sajadah khusus imam, berdiri mimbar untuk khotib berceramah saat Shalat Jumat, Idul Fitri, dan Shalat Idul Adha. Mimbar tersebut berdesain replika masjid berikut kubahnya dari kayu yang keseluruhan bercat warna putih.
Sementara di samping kanan ruang imam, terdapat jam besar dari kayu berwarna coklat tua. Atap kubah bagian dalam juga berwarna hijau
dengan tulisan kaligrafi di tepiannya. Lampu hias klasik tergantung dari atap
kubah bagian dalam, menambah manis rona wajah bagian dalam masjid ini.
Secara
arsitektur, Masjid Al-Hidayah memang biasa-biasa saja. Tak ada sesuatu yang
menonjol atau unik. Namun melihat umurnya, tentu masjid ini punya kelebihan
tersendiri. Itulah yang membuat Siarmasjid tertarik mengupasnya.
Nah, Kalau Anda berkunjung ke Desa Jayagiri, Kabupaten Ciamis untuk bertandang ke
rumah saudara atau kenalan, berwisata ziarah, mendaki Gunung Sawal ataupun
belanja aneka ikan tawar, jangan lupa luangkan waktu untuk menunaikan shalat
wajib dan sunah di Masjid Al-Hidayah, agar kunjungan Anda lebih bermakna.
Salam
Satu Jari, Salam Tauhid, Salam Siarmasjid, LAILAHAILLALLAH…
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar