Anda gemar berwisata
religi mengunjungi masjid-masjid unik saat Ramadhan? Kalau iya, sambangi Masjid
Agung Al-Falah Kota Jambi. Pasalnya arsitektur masjid satu ini punya keunikan tersendiri,
terutama keberadaan jumlah tiang penyangganya hingga membuatnya dijuluki Masjid
Seribu Tiang.
Masjid yang beralamat di
Jalan Sultan Thaha Syaifuddin Nomor 60, Legok, Kota Jambi ini berdiri di atas
lahan seluas 2,7 hektare.
Luas bangunannya mencapai 6.400 meter persegi dan mampu menampung sekitar 10 ribu jamaah.
Luas bangunannya mencapai 6.400 meter persegi dan mampu menampung sekitar 10 ribu jamaah.
Tanah lokasi masjid, dulunya merupakan pusat kerajaan Melayu Jambi. Namun pada tahun 1885 dikuasai
penjajah Belanda dan dijadikan pusat pemerintahan dan benteng Belanda.
Hal tersebut sejalan dengan penjelasan sejarawan Jambi, Junaidi T Nur,
bahwa Mesjid Agung Al falah ini memang berdiri di lahan bekas Istana Tanah Pilih dari
Sultan Thaha Syaifudin.
Nama Sultan Thaha
Syaifuddin sendiri kemudian disematkan menjadi nama resmi bandar udara Jambi,
yakni Bandar Udara Sultan Thaha.
Masjid yang didirikan
tahun 1971 ini tercatat baru sekali dirombak, yakni pada 2008, tanpa mengubah
bentuk aslinya.
Dijuluki Seribu Tiang
lantaran masjid ini memiliki banyak tiang di setiap sisi bangunan.
Tiang-tiang tersebut berfungsi sebagai penahan gempa, sehingga masjid ini disebut-sebut anti gempa.
Tiang-tiang tersebut berfungsi sebagai penahan gempa, sehingga masjid ini disebut-sebut anti gempa.
Sebenarnya jumlah
tiangnya tak sampai 1.000. Ada yang bilang jumlahnya cuma 232 tiang, ada pula yang mengatakan
256 tiang, dan ada pula yang mengklaim hanya 280 tiang. Namun karena banyaknya
tiang yang menjulang tinggi dan berjejer dengan rapi membuat masjid ini lebih
dikenal warga dengan Masjid Seribu Tiang.
Dari ratusan jumlah tiangnya,
terdapat 40 tiang berbentuk silender yang terbuat dari bahan tembaga. Posisi
ke-40 tiang itu berada di bagian tengah sekaligus juga menjadi penyangga kubah
masjid.
Muhammad Zubir, salah
satu pengurus masjid Seribu Tiang lewat video yang diunggah di laman Youtube
mengatakan pembuat tiang di bagian tengah masjid yang terbuat dari bahan
tembaga itu adalah orang dari Jawa, tepatnya Jepara.
Pada bagian tiang ini terdapat
ornamen ukiran Jepara yang lebih detail bermotif flora.
Ratusan tiang lainnya berukuran
lebih langsing berwarna putih dengan jarak satu sama lainnya cukup rapat. Tiang-tiang ramping itu membentuk tiga sulur ke atas, sebagai penyanggah sekeliling atap masjid sebelah luar.
Interior khas lainnya,
ada pada bagian mihrabnya. Berupa hamparan vertikal berbentuk ukiran yang
terbuat dari bahan material kayu dengan warna merah kekuningan.
Dibagian atas dinding
mihrabnya terdapat lengkungan kuningan. Di atas lempengan tersebut tersaji
tulisan kaligrafi berbahasa Arab.
Sementara bagian dalam kubah dihias dengan ornamen garis-garis simetris
mirip dengan garis garis lintang dan garis bujur bola bumi.
Ring besar di bawah kubah di hias dengan lukisan kaligrafi Al-Qur’an berwarna kuning emas.
Kaligrafi itu dibuat
mengitari seluruh bagian sisi terbawah kubah. Hiasan inilah yang memberikan
kesan sangat kental adanya adopsi masjid tradisional di Jawa.
Sebuah lampu gantung berukuran sangat besar berbahan tembaga menggelantung
di tengah kubahnya. Lampu gantung bertipe chandelier tersebut memiliki tentakel
seperti gurita.
Keistimewaan lainnya,
masjid ini
berkonsep terbuka layaknya bangunan pendopo di Jawa, tanpa pintu, jendela
maupun tembok penyekat.
Al-Falah dalam Bahasa Arab bila di-Indonesiakan bermakna 'Kemenangan', menang
maksudnya mempunyai kebebasan tanpa kungkungan. Filosofi itulah yang
mungki menjadi dasar dibangunnya masjid ini dengan konsep terbuka, supaya umat Muslim dari manapun
bebas masuk dan melaksanakan ibadah di masjid ini.
Selain itu, bangunan
utama masjid ini dikelilingi kolam berisi bermacam ikan.
Lokasi masjid kebanggaan
warga Jambi itu terbilang strategis.
Tak jauh dari komplek masjid juga terdapat sejumlah tempat bersejarah, mulai dari pasar tradisional terbesar di Jambi yakni Pasar Angso Duo, menara air bekas peninggalan Belanda, dan Museum Perjuangan.
Tak jauh dari komplek masjid juga terdapat sejumlah tempat bersejarah, mulai dari pasar tradisional terbesar di Jambi yakni Pasar Angso Duo, menara air bekas peninggalan Belanda, dan Museum Perjuangan.
Jaraknya pun cukup dekat dari Bandara Sultan Thaha Jambi yakni sekitar 25 menit berkendara.
Naskah
& foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig:
@adjitropis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar