Untuk menilai berkualitas atau tidaknya, diterima atau
tidaknya ibadah puasa wajib seorang Muslim, salah satu indikasinya ya pasca-Ramadhan.
Hal itu disampaikan KH. Dadang Muliawan kepada SiarMasjid lewat pesan WA sebelum dai
jebolan TPI/MNC TV ini berceramah dalam acara Wisata Berkah Ramadhan di Desa
Tinggar, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Minggu (10/6/2018).
“Apakah orang itu
mampu merawat tradisi-tradisi baik tesebut, seperti intens tadarrus alquran, shalat
berjamaah di masjid, qiyamullail, semangat ikut ta'lim atau kajian-kajian ilmu,
bersedekah, dan lainnya. Atau justru tidak sama sekali,” ujarnya.
Menurut ustadz asal Kabupaten Ciamis, Jawa
Barat ini puasa sejatinya juga membentuk
kesalehan ritual dan kesalehan sosial selepas Ramadhan.
Kesalehan ritual itu, lanjutnya seseorang berpuasa
semata-mata melaksanakan perintah Allah SWT.
Dalam QS Al Baqoroh 183 yang diseru adalah Yaa
ayyuhalladziina aamanuu atau wahai orang-orang yang beriman...
“Maksudnya, orang yang mempunyai keyaqinan yang teramat
dalam akan keesaan, keagungan, kemuliaan, dan kebesaran Dzat Yang Serba Maha
yaitu Allah SWT,” terangnya.
Puasa itu, sambungnya menumbuhkan kesadaran vertikal dan membentuk
kecerdasan spiritual.
Hal itu terefleksi lewat kesabaran, jujur, amanah,
tanggungjawab, disiplin, dan mampu menahan
diri dari godaan hawa nafsu.
Contoh kongkritnya seseorang yang berpuasa sanggup menahan
diri untuk tidak makan, minum, melakukan hubungan suami istri pada waktu siang,
meski makanan, minuman, istri halal milik sendiri. Tapi dia bisa menjaga.
“Yang halal saja bisa dijaga, apalagi yang haram. Pasti dia
hindari, jauhi atau tinggalkan,” tegasnya.
Intinya kesalehan ritual itu, lanjutnya mempunyai keyakinan
yang mendalam bahwa Allah SWT Maha Melihat.
“Merasakan kehadiran Allah, merasa ditatap, diawasi oleh
Allah atau Muroqobah. Itulah dampak puasa yang luar biasa,” tambahnya.
Sementara kesalehan sosial,
orang yang berpuasa merasakan lapar dan dahaga.
“Padahal itu hanya siangnya saja, pas waktu buka, segala
makanan dan minuman tersedia. Tapi coba lihat orang-orang disekitar kita, yang
kurang beruntung, yang berada dibawah garis kemiskinan. Mereka tiap hari akrab
dengan kelaparan. Maka puasa menumbuhkan kepekaan dan kepedulian,” jelas da’i
berwajah awet muda ini.
Jadi lewat puasa, diharapkan juga menumbuhkan semangat berbagi,
mengulurkan tangan memberikan bantuan kepada kaum dhu'afa, bukan hanya saat
Ramadhan melainkan pula di luar Ramadhan.
“Tumbuh kesadaran horizontal, tercipta kesalehan sosial.
Maka tujuan saum akan tercapai yaitu "la'allakum tattaquun/menjadi pribadi
yang bertaqwa, yang mulia dalam pandangan Allah SWT,” ungkapnya.
Ketika disinggung mengapa 10 hari terakhir Ramadhan banyak
masjid kehilangan jamaahnya alias jauh berkurang?
KH. Dadang Muliawan menjawab itulah ujian bagi yang
berpuasa, apakah dia bisa istiqomah tidak.
“Karena 10 hari akhir itu godaannya luar biasa, sejumlah
mall menawarkan diskon gede-gedean, bikin kue-kue lebaran yang jadi tradisi
yang lumayan cukup menyita waktu dan tenaga, sehingga konsentrasi masa
berpindah dari masjid ke mall dan pasar,” bebernya.
Menurutnya dibutuhkan komitmen kuat untuk senantiasa
konsisten/istiqomah dalam melakukan berbagai amal saleh atau kebaikan dibulan
Ramadhan termasuk shalat tarawih.
Selain tausyiah KH. Dadang Muliawan yang bertema “Puasa Membentuk Kesalehan Ritual dan Kesalehan
Sosial”, acara Wisata Berkah Ramadhan yang diselenggarakan Madrosah Asysyakur
Kuningan ini juga disemarakkan dengan berbagai acara pentas seni seperti marawis,
hadroh, dan bela diri pencak silat, serta satunan 200 yatim dan buka bersama
1000 jamaah.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig:
@adjitropis)
Foto: dok. kh. dadang muliawan & madrosah asysyakur
Captions:
1. KH. Dadang Muliawan, dai jebolan TPI/MNC TV.
2. Jamaah yang hadir.
3. Ustadz asal Ciamis, Jabar.
4. Tak hanya tausyiah.